Harapan "Orang Kosong" Pada Sebuah Kartu Kebajikan

id harapan orang, kosong pada, sebuah kartu kebajikan

Harapan "Orang Kosong" Pada Sebuah Kartu Kebajikan

Pekanbaru (Antarariau.com)- Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, mengeluarkan surat pengumuman terkait dugaan penipuan dari lembaga bernama Yayasan Keprihatinan Komuniti Malaysia (Malaysia Community Care Foundation/YKKM) yang menerbitkan kartu "sakti" untuk warga asing ilegal dengan biaya tertentu.

Namun, mengapa bagi sebagian warga kita di negeri jiran, apa yang ditawarkan YKKM adalah model ideal untuk memanusiakan mereka yang kerap dicap "pendatang haram"? Apa benar seperti itu kenyataannya?

"Ada terang dalam jiwa ini, ada ketenangan semacam ada tempat mengadu, daripada sebelumnya tidur malam tidak nyenyak, dan setiap ketemu polisi deg-degan," kata Suparni, tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal kepada Antara di Selangor, Malaysia pada akhir Juli 2016.

Suparni adalah satu dari sejuta lebih warga Indonesia yang kerap disebut "orang kosong", artinya tinggal tanpa dokumen sah.

Data Kedutaan Besar RI menyatakan dari tiga juta orang TKI di Malaysia, hanya 1,5 juta yang legal dan sisanya "orang kosong" seperti Suparni (63).

Pria asal Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur itu kemudian menunjukan sebuah kartu berwarna dasar putih dengan dua strip merah menyilang.

Di bagian muka kartu paling atas tertera "BIRO KEBAJIKAN YAYASAN KEPRIHATINAN KOMUNITI MALAYSIA".

Pada bagian kiri kartu terdapat foto Suparni, nama lengkapnya, deretan angka, asal negara, jenis kelamin dan agama.

Kemudian ada kode batang (barcode) dan tulisan di bagian bawahnya "PEMEGANG KAD INI TELAH MENGIKUTI PROGRAM KEBAJIKAN YKKM".

Di bagian belakang kartu terdapat logo besar yayasan, nomor telepon hotline, alamat kantor pusat yayasan di Kuala Lumpur, alamat email, faksimili dan laman media sosial kegiatan itu.

Tertera juga tanda tangan dari Pengurus Briged Keprihatinan Komuniti Malaysia Ahmad Faizal Bin Jubri, sedangkan dibagian atas kartu tertulis kegunaan kartu itu adalah patuh pada aturan dan syarat lembaga.

Suparni yang berkerja sebagai buruh bangunan mengetahui program YKKM dari sebuah selebaran, lalu datang sendiri ke kantor cabang YKKM di daerah Puncak Djalil, Selangor.

Ia langsung memutuskan ikut mendaftar karena cukup dengan membayar 300 ringgit Malaysia (RM), setara Rp960 ribu dengan asumsi kurs RM1= Rp3.200, ada banyak bantuan yang akan diterimanya, terutama jaminan keamanan kalau berurusan dengan polisi dan imigrasi.

Dengan kartu itu, ia berharap bisa tenang bekerja sampai dua tahun lagi, karena Suparni memutuskan akan pulang ke Indonesia untuk selamanya.

Ia merasa YKKM bisa menjaminnya sampai masa pulangnya tiba.

"Saya tidak ingin muluk-muluk, dilindungi saja sudah cukup sampai anak saya lulus sekolah dua tahun lagi, saya akan pulang ke Indonesia. Harapannya waktu akan pulang saya diuruskan, karena saya tidak punya kenalan," katanya.

Lain halnya alasan bagi Supandi (50) asal Bandung, Jawa Barat, yang bergabung dengan YKKM karena sudah lelah ditipu oleh agen pengurusan tenaga kerja di Malaysia.

Empat kali ia sudah mengurus ke agen yang berbeda, dua di antaranya ternyata bermasalah dan masuk daftar hitam (blacklist) Pemerintah Malaysia.

Sejak 2014 ia juga sudah ditipu oleh dua agen saat mengurus izin kerja (permit) padahal sudah membayar uang muka RM3.500.

"Paspor memang dikembalikan, tapi uang hilang," kata Supandi dengan logat Sunda yang kental.

Setelah berulang kali ditipu, ia mengaku sempat mengadu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) namun tidak mendapat solusi.

"Saya pernah datang ke KBRI minta bantu sambung permit tapi malah disalahkan macam-macam, padahal saya datang berharap ada solusi," tuturnya.

Supandi juga mengetahui layanan YKKM dari selebaran dan langsung bertemu dengan pengurus yayasan pada bulan Ramadhan lalu.

Usai mendapat penjelasan tentang program itu, ia tidak langsung percaya, hingga semalaman ia berfikir dan tak sadar air matanya menetes.

"Ketika saya pulang ke rumah saya menangis. Kok pada masyarakat (Malaysia) yang individualis masih ada yang bantu orang-orang seperti saya. Saya merasa ada perlindungan pada orang yang sering ditipu," kata Supandi yang tak lama berselang memutuskan mendaftar karena berharap bisa dapat kejelasan mengurus "permit".

Titik Lemah

Telepon pintar Tinarsam berdering dan terdengar suara perempuan mengomel.

Pria yang akrab disapa Sam itu menjawab dengan bahasa Melayu cukup fasih, padahal ia asli Lumajang Provinsi Jawa Timur.

"Ini ada masalah, Mas," kata Sam saat bersama Antara di area Puchong, Selangor.

Setelah sekitar 30 menit bercakap, Sam meluncur ke tempat tinggal perempuan lawan bicaranya.

Perempuan itu muncul dan mengaku bernama Ernyanti, juga "orang kosong" asal Provinsi Lampung.

Dia mengeluh karena sudah membayar RM700 untuk pendaftaran YKKM tapi sudah hampir sebulan tiada kejelasan.

Ternyata masalahnya bersumber dari seorang kawan yang meminta tolong kepada Sam untuk mendaftarkan Ernayanti.

Orang itu hanya memberikan uang RM300 ke Sam, namun kepada Ernayanti meminta RM700 dengan penjelasan bisa membantu pulang ke Indonesia dan balik ke Malaysia tanpa masuk daftar hitam.

Belakangan Ernayanti jadi merasa ditipu karena ada temannya dengan cepat bisa mendapat kartu YKKM dengan membayar RM550.

"Sudah ini kartumu ambil, tidak perlu kasih saya lagi," kata Sam untuk menyelesaikan masalah itu.

Sam juga "orang kosong", anggota YKKM, yang ternyata membantu TKI ilegal mendaftar.

Ia menjelaskan ada banyak lagi yang bekerja seperti dirinya.

Menurut dia, hal itu lumrah terjadi karena program YKKM tidak akan bisa menggaet warga asing ilegal tanpa bantuan "orang kosong" sendiri.

Sebab pertama adalah "orang kosong" sangat takut untuk keluar sembarangan dan kedua adalah trauma kena tipu.

"Program ini tidak akan berjalan tanpa bantuan kita, karena yang dilihat adalah siapa yang membawanya. Pernah ada pendataan yang turun orang Malaysia gagal karena disangka operasi razia," katanya.

Selama dua bulan, pria berusia 39 tahun itu mengaku sudah bisa mengajak sekitar 200 "orang kosong" dari TKI maupun warga Bangladesh untuk mendaftar.

Ia mengakui meminta kesepakatan dengan yang dibantunya sebesar RM100 untuk "uang minyak" kendaraannya saat pengurusan.

"Tapi itu semua tanpa paksaan, saya tetap jelaskan biaya resminya 300 ringgit tapi saya minta 100 untuk uang minyak. Kalau tidak mau juga tak masalah, malahan lebih baik mereka datang sendiri saja," kata Sam.

Membantu pendaftaran YKKM menjadi beban moral bagi Sam, karena itu ia langsung tanggap apabila orang yang dibantunya dapat masalah.

Seringkali teleponnya berdering pada malam hari dari nomor yang tak dikenalnya.

"Uang minyak 100 ringgit itu tidak sebanding dengan beban moralnya. Saya minta mereka telepon langsung ke saya kalau ada masalah, apalagi kalau malam hari sebab kantor pusat sudah tutup," ujarnya.

Ia mengaku memaklumi ada sebagian warga asing menganggap kartu YKKM sebagai kartu "sakti" karena pihak yayasan memang cepat tanggap apabila anggotanya tertimpa masalah.

"Itu wajar saja, karena pengurusnya langsung turun dari kantor cabang, maupun kantor pusat kalau anggotanya ada masalah, bahkan sampai datang ke balai (kantor) polisi dan tak lama orang kita keluar," ujarnya.

Namun, ia juga tidak menyalahkan ada pihak yang menilainya adalah penipuan, karena pernah ada layanan kartu serupa dikeluarkan perusahaan swasta Malaysia.

Layanan itu disebut "Kad Perlindungan" dengan biaya pendaftaran RM500.

"Ternyata kartu itu hanya melindungi harta benda saja saat razia, bukan melindungi orang kosong. Banyak yang merasa tertipu dan trauma," ujarnya.

Menurut Sam, apa yang ditawarkan YKKM sebenarnya bukan hal baru, namun menyempurnakan program serupa yang pernah ada.

Ia berharap YKKM bisa konsisten dan amanah memegang janjinya.

"Kalau mereka akhirnya menipu juga, apalah bedanya dengan agen lainnya. Dan kalau mereka berbohong, saya akan kejar mereka. Saya memang orang kosong, tapi saya bisa kejar dan hancurkan mereka," tegas Sam.

Kejadian pada Sam adalah contoh titik lemah YKKM karena menggantungkan pada sukarelawan tidak sah untuk memuluskan programnya.

Hal ini sangat rentan terjadi distorsi informasi tentang layanan kartu kebajikan itu sendiri, juga bisa berujung pada oknum yang melakukan penipuan.

Bahkan, tidak adanya standar besaran "uang minyak" bagi sukarelawan tak sah, menimbulkan persaingan harga di antara mereka.

"Ada yang menawarkan 1.000 ringgit, 500 ringgit untuk kesepakatannya. Saya itu sudah paling murah, karena memang tujuannya untuk menolong," ujarnya.

Akhirnya, seperti yang dikatakan oleh Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Marsekal TNI (Purn.) Herman Prayitno, bahwa semua bersumber pada keberadaan TKI ilegal itu sendiri.

Yang perlu ditekankan adalah, bagi semua WNI yang ingin berkerja di Malaysia untuk melengkapi dokumen melalui jalur resmi secara sah agar tidak timbul masalah.

"Yang penting untuk saudara-saudara kita, bahwa yang ilegal itu salah. Mungkin orang lain juga memanfaatkan, baik itu oknum-oknum dari Indonesia dan oknum-oknum dari Malaysia suka memanfaatkan TKI ilegal karena mereka takut. Mereka bilang saya jamin, padahal ya tidak," katanya.