Dinkes: Minim Tempat Rehabilitasi Dapat Hadirkan Masalah Dalam Pemberantasan Narkoba

id dinkes minim, tempat rehabilitasi, dapat hadirkan, masalah dalam, pemberantasan narkoba

Dinkes: Minim Tempat Rehabilitasi Dapat Hadirkan Masalah Dalam Pemberantasan Narkoba

Pekanbaru (Antarariau.com) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Andra Sjfaril mengatakan, bahwa tempat rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba sangat minim sehingga menjadi masalah dalam memberantas penyalahgunaan benda haram. "Berdasarkan data BNN bahwa semua fasilitas pelayananan rehabilitasi penyalahgunaan napza menyampaikan baru 0,47 persen penyalahguna yang dapat direhabilitasi," kata Andra Sjafril dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu. Menurut dia, di Provinsi Riau ada enam Rumah Sakit Pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan wajib lapor bagi korban penyalahgunaan napza. Jumlah RS tersebut, katanya masih minim jika dibandingkan dengan kasus penyalahgunaan napza yang terjadi di Provinsi Riau yang harus ditangani. "Untuk itu Dinas Kesehatan Provinsi Riau perlu untuk mengantisipasi hal ini antara lain menggelar kegiatan peningkatan keterampilan Assesmen Rencana Terapi Terkait wajib lapor bagi pecandu narkoba," katanya. Dalam assemen melibatkan sejumlahs ektor terkait perwakilan setiap RSUD Kabupaten/Kota di Provinsi Riau yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan assesmen dan rencana terapi pada petugas pelayanan terapi gangguan penggunaan napza. Pembekalan tersebut, katanya, diharapkan dapat memberikan terapi sesuai kondisi pasien sehingga semua pelayanan kesehatan di Riau dapat menjadi pelayanan wajib lapor bagi korban penyalahgunaan napza. "Kegiatan itu penting apalagi Badan PBB untuk kejahatan narkoba sudah menyatakan Indonesia sebagai jalur perdagangan narkoba internasional, maka penggunaan narkoba sangat memprihatinkan yang dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan," katanya. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015, tercatat 5,6 juta orang atau sekitar 2,8 persen penduduk Indonesia sebagai pengguna narkoba sedangkan korban meninggal akibat narkoba diperkirakan sekitar 50 orang perhari. Untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba, disamping dengan pelaksanaan tes narkoba, para pecandu benda haram yang sudah dewasa ataupun yang belum dewasa diimbau agar segera melaporkan kasus kecanduannya untuk menjalani terapi rehabilitasi di tempat-tempat terapi rehabilitasi. "Proses melaporkan diri itu disebut wajib lapor. Kegiatan wajib lapor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika," katanya. Ia menjelaskan, wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal 54 dinyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. "Dengan demikian jelas bahwa apabila ada penyalahgunaan narkoba secepat mungkin yang bersangkutan dapat segera menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial," katanya. Masyarakat di sekitarnya, katanya lagi, harus memprakasai kegiatan wajib lapor ini agar dapat mewujudkan lingkungan bebas narkoba.