Dukung RPJMN Kesehatan 2015-2019, Dinkes Riau Pantau Gizi Balita

id dukung rpjmn, kesehatan 2015-2019, dinkes riau, pantau gizi balita

Dukung RPJMN Kesehatan 2015-2019, Dinkes Riau Pantau Gizi Balita

Pekanbaru (Antarariau.com) - Dinas Kesehatan Provinsi Riau mengencarkan pemantauan terhadap status gizi balita guna mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan 2015-2019.

"Dalam RPJMN Bidang Kesehatan 2015-2019 itu telah ditetapkan sasaran pokok pembangunan subbidang kesehatan dan gizi masyarakat, yang bertujuan meningkatnya status gizi masyarakat, dengan sejumlah target indikator," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Andra Sjafril di Pekanbaru, Jumat.

Dia mengatakan sejumlah target indikator pada 2019 yang harus didukung daerah adalah anemia pada ibu hamil 28 persen, bayi dengan BBLR delapan 8 persen, bayi kurang enam bulan mendapatkan ASI ekslusif 50 persen, anak balita kekurangan gizi (Underweight) 17 persen.

Selain itu target nasional yang juga harus didukung daerah adalah anak balita wasting (kurus) 9,5 persen, anak baduta (bawah dua tahun) stuting (pendek dan sangat pendek) 28 persen.

"Untuk memperoleh informasi situasi status gizi dan capaian kegiatan pembinaan gizi di suatu wilayah, khususnya di kabupaten/kota secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan pemantauan status gizi (PSG) secara periodik dan berkesinambungan itu," katanya.

Ia menjelaskan gambaran prevalensi status gizi balita berbasis bukti tentunya diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesda), yang hasilnya menjadi salah satu dasar untuk menetapkan kebijakan berbasis bukti termasuk prevalensi gizi kurang/kekurangan gizi (underweight) pada anak balita dan prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak di bawah dua tahun (baduta) hanya dilakukan 3-5 tahun sekali.

Pelaksanaan pemantauan status gizi merupakan bagian dari kegiatan monitoring dan evaluasi program gizi.

"Data dan informasi yang dihasilkan dari pemantauan status gizi dapat dijadikan bahan pengembangan keputusan dan rencana kegiatan pembinaan gizi di suatu wilayah, khususnya di kabupaten/kota," katanya.

Akan tetapi, katanya, keakuratan data dan informasi tergantung dari pengetahuan dan keterampilan enumerator dalam pengumpulan data, sehingga 72 tenaga pengumpulan data diberikan pembekalan dalam pelaksanaan pemantauan status gizi tersebut.

Berdasarkan hasil tiga kali riset, Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) yaitu pada 2007, 2010, dan 2013 menunjukkan tidak banyak perubahan pada prevalensi balita gizi kurang maupun balita pendek.

Pada 2007 prevalensi balita gizi buruk-kurang 18,4 persen pada 2010 tercatat 17,9 persne dan pada 2013 tercatat 19,6 persen.

Demikian pula dengan balita pendek pada 2007 tercatat 36,6 persen, pada 2010 tercatat 35,6 persen, dan pada 2013 tercatat 37,6 persen.

Di Provinsi Riau dari hasil pemantauan status gizi pada 2015, untuk prevalensi gizi buruk tercatat 1,1 persen, prevalensi gizi kurang 7,6 persen, dan prevalensi balita pendek 12,2 persen.