Gubernur: Pariwisata Berbasis Budaya "Lokomotif" Pertumbuhan Ekonom

id gubernur pariwisata, berbasis budaya, lokomotif pertumbuhan ekonom

Gubernur: Pariwisata Berbasis Budaya "Lokomotif" Pertumbuhan Ekonom

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman berkomitmen dalam mewujudkan visi 2020 dengan tagline "The Homeland of Melayu" yaitu menjadikan kawasan setempat destinasi pariwisata berbasis Budaya Melayu di Asia Tenggara sebagai lokomotif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Pariwisata berbasis budaya menjadi cara yang instan dan praktis dalam menggerakkan sektor pertumbuhan ekonomi masyarakat Riau," kata pria yang akrab disapa Andi Rachman itu di Pekanbaru, Rabu.

Menurut Andi Rachman, kebijakan pengembangan sektor pariwisata dapat bersentuhan langsung dalam menopang perekonomian masyarakat di tengah perlambatan ekonomi akibat melemahnya dua komoditas andalan Riau yakni perkebunan dan migas. Hal ini juga berdampak pada berkurangnya Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sebagai evaluasi di 2016 ini, kata Andi, pertumbuhan ekonomi patut dikejar dengan pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Potensi destinasi yang ada dirasakannya hanya sebahagian kecil baru terpublikasikan seperti Bakar Tongkang ataupun Pacu Jalur yang sudah masuk kategori iven nasional.

"Pariwisata religi, pariwisata agro, budaya dan lain-lain juga mendapat perhatian serius untuk terus dikembangkan," kata dia.

Komitmen Pemrov Riau kembali terlihat dengan merilis Riau Menyapa Dunia yang menggandeng sejumlah pemangku kepentingan bahkan Kementerian Pariwisata RI turut berupaya mempromosikan.

Diharapkannya, semua profesi dapat saling bahu membahu dalam menjawab tantangan tersebut kedepan. Dengan meningkatkan produktifitas daya saing masyarakat, upaya pengembangan di sektor potensial pariwisata agar dilirik oleh wisatawan lokal dan mancanegara.

"Semua menjadi bagian bersama-sama mengemasnya menjadi wisata yang dilirik wisatawan," katanya.

Sementera itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Riau Fahmizal Usman menjelaskan tentang potensi pariwisata yang ada di Bumi Melayu tersebut.

Dalam mengembangkan sektor wisata potensial seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur, Bakudo Bono, Tour de Siak dan lainnya berbagai strategi terus diupayakan.

Dinilainya, geliat pariwisata sejalan dengan ekonomi kreatif. Pada 2015 lalu, Riau berhasil menggaet 54.772 pengunjung dan ditargetkan pada tahun ini dua kali lipat kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara.

Langkah strategis yang digagas Disparekraf yakni dengan mengangkat unsur historikal dari destinasi pariwisata di kawasan itu.

Salah satunya, Festival Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), yang diadakan setiap tahunnya sarat akan nilai sejarah ratusan abad silam.

Ia merinci, perjalanan sejarah Pacu Jalur yang telah berjalan lebih dari satu abad silam dimulai pada masa penjajahan Belanda, pacu jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, keagamaan, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran ratu Belanda Wihelmina yang jatuh pada 31 Agustus. Kegiatan dilombakan selama 2-3 hari, tergantung pada jumlah jalur yang ikut pacu.

Seiring dengan perkembangan zaman, kata dia, Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebagai informasi, Pacu Jalur merupakan sebuah perlombaan mendayung di sungai dengan menggunakan sebuah perahu panjang yang terbuat dari kayu pohon. Panjang perahu ini bisa mencapai 25 hingga 40 meter dan lebar bagian tengah kira-kira 1,3 m s/d 1,5 m, dalam bahasa penduduk setempat, kata Jalur berarti Perahu.

"Warisan budaya tak benda nasional ini merupakan legasi yang dimiliki Pemprov Riau yang harus kita lestarikan. Sangat syarat dengan kearifan lokal," kata dia pula.

Ia mengatakan, pihaknya bersama dengan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Riau menggali cacatan sejarah berkaitan dengan budaya lokal.

Selanjutnya, Kata Fahmizal, yang tak luput dari nuansa kearifan lokal masyarakat terpencil, Suku Talang Mamak menjadi "magnet" Ekowisata Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau bagi wisatawan.

"Suku adat terpencil Talang Mamak merupakan orang melayu asli bukan Islam, kehidupan masyarakat ini menjadi daya tarik ekowisataTaman Nasional Bukit Tiga Puluh," kata dia.

Sebagai ekowisata, tuturnya, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh sudah punya "camp drabit", penginapan dengan difasilitasi kamera "track" untuk memperhatikan aktifitas harimau. Karena disana merupakan rumah bagi harimau Sumatera. Kemudian sudah dilenggapi dengan jogging track di dalam hutan, bicycle track, camping ground yang sudah ada toiletnya.

Destinasi berikutnya berlokasi di Bagan Siapiapi yang telah berhasil menggaet wisatawan mancanegara baik dari Singapura, Malaysia serta China untuk menghadiri tradisi Bakar Tongkang.

Festival yang digelar setiap tahunnya, kata Fahmizal, bermula dari sejarah pendatang China yang hijrah pada 1883 ke Bagan Siapiapi. Nama Bagan berasal dari kota banyak lampu yang ternyata adalah kunang-kunang saat mereka menghampiri daratan tersebut. Akhirnya warga Tionghoa ini menetap di sana.

"Perahu yang membawa mereka kesana dibakar dengan feng shui melihat tiangnya tumbang kemana. Kalau tumbang ke darat rejeki dari darat, kalau tumbang ke laut berarti rejeki dari laut," begitu sejarahnya Fahmizal bercerita.

Lain lagi dengan Tour the Siak yang dirancang Kabupaten Siak untuk mengeksplore seluruh wisata yang ada disana dengan diikuti oleh pembalap-pembalap Internasional.

Dari Kabupaten Pelalawan, kata dia, ada Bononya Indonesia. Bono hanya ada lima di dunia yakni Indonesia, Brasil, China, Malaysia dan Inggris dengan panjang gelombang sampai 6 meter.

"Bono di kawasan kita yang paling besar. 5 bulan yang lalu sudah pecah rekor dunia, mereka main surfing sejauh 17,2 km selama 1,2 jam masuk Guinnes Book of Record. Ini kan sudah luar biasa," kata dia bersemangat.

Kemudian ada Festival Pantai Rupat di Bengkalis yang khas dengan tarian Zapin Api, Pulau Beting Aceh yang terkenal dengan hamparan pasir putihnya, Candi Muara Takus berserta tempat peninggalan sejarah lainnya. Ada wisata religi, wisata agro, wisata budaya yang sangat potensial namun belum terekspose secara keseluruhan.

Pihaknya beserta sentral satuan kerja terus melakukan koordinasi di sektor pariwisata sejalan dengan promosi yang terus digencarkan.

Seperti dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bina Marga tentang infrastruktur, dengan Dinas Cipta karya untuk pengembangan kawasan wisata, Dinas koperasi untuk pengembangan kelembagaan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk pengembangan kerajinan-kerajinan suvenir serta Dinas Perhubungan terkait lokasi, tanda jalan, dan berbagai macam.

"Ini merupakan sentral-sentral koordinasi yang kita lakukan baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun tingkat nasional," kata Fahmizal. (Adv)