Berikut Pernyataan Gubri Terkait Penyanderaan Penyidik KLHK Di Rohul

id berikut pernyataan, gubri terkait, penyanderaan penyidik, klhk di rohul

Berikut Pernyataan Gubri Terkait Penyanderaan Penyidik KLHK Di Rohul

Penkabaru (Antarariau.com) - Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman mengimbau semua pihak baik masyarakat maupun swasta agar mendukung aparat dalami kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di kawasan setempat.

Himbauan ini, disampaikannya menganggapi peristiwa tujuh orang penyidik dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sempat disandera warga pada Jumat (2/9) usai menyegel lahan terbakar di Kabupaten Rokan Hulu dan telah dibebaskan pada Sabtu (3/9) lalu.

"Saya mengimbau semua pihak dari masyarakat ataupun perusahaan agar mendukung aparat dalam menjalankan fungsi pengawasannya dalam mengusut kasus Karhutla," kata Andi Rachman (sapaan akrab gubernur Riau) di Pekanbaru, Minggu.

Dia menegaskan, kepada semua pihak bahwa satuan tugas (satgas) Karhutla setempat ataupun aparat dari pemerintah pusat dalam menjalankan tugas melakukan penyidikan terhadap lahan yang terbakar, atas dasar telah mendapat izin dari atasan sehingga memiliki fungsi pengawasan yang harus dilakukan.

"Aparat dalam melakukan fungsi pengawasan sesuai dengan peraturan. Itu sah-sah saja, jadi kita imbau dukungannya dari semua pihak," tuturnya.

Namun begitu, Andi Rachman berjanji akan melihat lebih dalam akar permasalahan atas sempat disanderanya tujuh penyidik KLHK, dan berupaya memberi pemahaman kepada masyarakat tentang tugas yang dijalankan tim di lapangan.

"Tentu dari pihak Pemprov Riau bekoordinasi dengan kabupaten Rohul melihat persoalan lebih dekat apa yang terjadi disana, yang terpenting bagaimana masing-masing satuan kerja memahami tugasnya," sebutnya.

Sebelumnya diperoleh keterangan dari Kepala Pusat Pengendalian Ekoregion Sumatera Amral Ferry bahwa ketujuh penyidik yang dibebaskan pada Sabtu (3/9) lalu, dalam kondisi sehat dan tidak sama sekali tidak mengalami kekerasan akibat penanahanan tersebut.

Menurut Kapolres Rokan Hulu, AKBP Yusuf Rahmanto dihubungi terpisah mengatakan bahwa ketujuh penyidik tersebut tidak tepat jika disebut disandera, melainkan warga hanya menahan penyidik untuk tidak menyeberang sungai menggunakan ponton.

"Intinya warga mempertanyakan ke penyidik kenapa lahan mereka disegel. Padahal, warga mengaku sebagai korban dalam kebakaran itu. Untuk itu warga menahan penyidik," ujarnya.

Warga yang dimaksud, lanjut Kapolres, merupakan masyarakat adat yang terdiri dari tiga suku yakni Melayu, Mandailing dan Domo. Masyarakat adat tersebut membentuk kelompok tani nelayan andalan (KTNA). Dalam prosesnya, masyarakat adat telah meminta kepada PT APSL agar membantu mengembangkan perkebunan sawit di tanah "ulayat" atau tanah yang dimiliki masyarakat adat tersebut yang tergabung dalam KTNA.

Yusuf mengatakan, sebelum membebaskan para penyidik, warga meminta ingin bertemu dengan perwakilan pemerintah untuk membicarakan kebakaran yang terjadi di lahan mereka. Selanjutnya meminta agar media meralat informasi bahwa mereka membakar lahan untuk perluasan perkebunan yang faktanya mereka telah memiliki sawit produktif.

Kemudian menyatakan ke penyidik bahwa PT APSL merupakan pelaksana teknis yang diminta masyarakat untuk membantu mengembangkan perkebunan sawit di lahan masyarakat. Poin selanjutnya mereka menyatakan bahwa benar perkebunan KTNA berada di tanah adat serta permintaan terakhir meminta pemerintah memberikan jawaban lima hari terhitung sejak hari ini.

Meski begitu, Yusuf mengatakan terkait kebakaran di lahan masyarakat tersebut polisi terus melakukan penyelidikan. Yusuf menyebut lahan yang terbakar di lahan masyarakat itu mencapai 180 hektare.

Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau juga menyatakan mendalami kebakaran lahan di lokasi PT APSL. Kasubdit IV Ditkrimsus Polda Riau menyebut total luas lahan yang terbakar di PT APSL dan milik warga sekitar perusahaan perkebunan itu mencapai 800 hektare.

Oleh: Diana Syafni