Dinilai Merugikan Petani, Pemkab Inhil Tolak Memoratorium Ekspor Kelapa

id dinilai merugikan, petani pemkab, inhil tolak, memoratorium ekspor kelapa

Dinilai Merugikan Petani, Pemkab Inhil Tolak Memoratorium Ekspor Kelapa

Pekanbaru (Antarariau.com) - Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir meminta pemerintah untuk tidak memberlakukan kebijakan tata niaga yang akan memberlakukan moratorium ekspor kelapa dalam bentuk butiran, karena dinilai akan merugikan para petani di daerah sentra kelapa itu.

"Pemerintah daerah menolak karena itu akan merugikan terutama di tingkat masyarakat," kata Sekretaris Daerah Indragiri Hilir (Inhil), Said Syaifuddin, pada acara "Riau Investor Forum" di Pekanbaru, Rabu.

Ia menjelaskan, Inhil merupakan sentra kelapa terbesar di Riau dengan luas perkebunan 432.000 hektare (Ha). Dari luas tersebut, 100.000 Ha merupakan perkebunan milik perusahaan dan sisanya kebun masyarakat.

Menurut dia, moratorium ekspor kelapa butiran akan berimbas pada pendapatan petani karena mayoritas dari mereka hingga kini menjual komoditas itu ke Malaysia dan Thailand. Jumlah ekspor kelapa ke dua negara itu dari Inhil, lanjutnya, rata-rata mencapai 2 juta butir per tahun.

Ia mengatakan kapal Malaysia kerap bersandar di perairan Desa Sungai Guntung Kecamatan Kateman, dan membeli langsung kelapa butiran petani dengan harga Rp2.800-Rp3.000 per butir.

Petani setempat memilih mengekspor kelapa butiran karena harganya jauh lebih tinggi ketimbang harga pabrik lokal dan proses pembayaran juga lebih cepat.

"Kalau perusahaan lokal hanya Rp1.800 per butir, dan itu pun bayarnya lama," katanya.

Said justru berharap kalau pemerintah ingin membuat kebijakan tata niaga yang memperbatikan disparitas harga tersebut agar tidak merugikan petani. Kebijakan yang diharapkan kini, lanjutnya, adalah membantu masyarakat melakukan penanaman kembali (replanting) tanaman kelapa yang sudah rusak dan tidak produktif.

"Karena sekarang ini ada 100 ribu hektare kelapa yang rusak butuh replanting," ujarnya.

Pemerintah sedang mengkaji kebijakan tata niaga kelapa karena adanya keluhan dari pelaku usaha pengolahan kelapa, yang tergabung dalam Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), mengklaim krisis buah kelapa segar berimbas pada penurunan kapasitas produksi di kisaran 30-50 persen. Hal itu disebabkan maraknya ekspor buah kelapa butiran disejumlah sentra komoditas itu, termasuk di Kabupaten Inhil.