Negara Kesulitan Kumpulkan Pajak Ekspor Kopi Liberika

id negara kesulitan, kumpulkan pajak, ekspor kopi liberika

Negara Kesulitan Kumpulkan Pajak Ekspor Kopi Liberika

Pekanbaru (Antarariau.com) - Negara diklaim telah kehilangan pendapatan dari pajak ekspor kopi liberika dari Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, menuju negeri jiran Malaysia.

"Dekatnya jarak wilayah Meranti ke Malaysia, karena cuma terpisah Selat Malaka. Di tambah banyak pelabuhan tikus," ucap Ketua Ikatan Pelajar Selatpanjang, Fitra Alfiansyah di Pekanbaru, Selasa.

Menurutnya, banyak terdapat pelabuhan tikus di Kepulauan Meranti telah menyulitkan aparat Bea Cukai setempat dalam memungut tarif pajak ekspor sebagai sumber pendapatan bagi Negara.

Lazimnya para eksportir kopi liberika Meranti adalah para pendatang, atau etnis keturunan. Terdapat juga, beberapa warga negara Malaysia memiliki akses langsung baik ke pengumpul atau petani kopi.

Seperti diketahui, jarak wilayah Selatpanjang sebagai ibu kota Meranti dengan Batu Pahat, distrik di negara bagian barat Johor, Malaysia hanya 94,90 kilometer melalui jalur perairan.

"Mereka ini terutama etnis keturunan, beli kopi dari pengumpul dengan tekan harga. Belum lagi, jika dari petani. Liberika tersebut, dipasarkan dengan harga tinggi sesuai prinsip ekonomi," katanya.

Fitra menyebut, meski data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau secara kumulatif nilai ekspor hingga Oktober 2016 sebesar 10,89 miliar dolar Amerika Serikat, termasuk Malaysia peringkat tiga negara tujuan ekspor, tapi tidak termasuk ekspor kopi Meranti.

"Bagaimana ditulis data ekspor, sedang lewat Bea Cukai tidak mau?. Ujungnya, bukan negara saja dirugikan, tetapi petani jauh lebih menderita lagi. Kini, kebun kopi mereka terus berkurang akibat intrusi," tegasnya.

"Bahkan kabar terakhir yang saya dapatkan, kopi liberika Meranti dikemas lagi jadi produksi Malaysia untuk diekspor ke luar. Sebagian lagi diolah jadi bubuk kopi bermerek," beber Fitra.

Romadani, penampung kopi liberika Meranti pernah mengaku, mayoritas kopi setempat harus dilempar ke Malaysia melalui pedagang lain atau rantai eksportir di Riau.

"Keuntungan yang kita dapat, sangat kecil sekali. Tapi mau tidak mau, itu harus kita lakukan karena peminat liberika lebih besar di Malaysia," ucapnya.

Solehudin, petani kopi berasal Kecamatan Rangsang mengatakan, kopi liberika yang mereka hasilkan menjadi primadona bagi penikmat kopi di negeri jiran tersebut.

Ini terjadi karena varietas kopi jenis itu belum dikenal luas di negeri sendiri, karena bisa jadi kurangnya promosi baik pemerintah atau swasta.

"Faktanya dalam satu bulan, bisa tiga hingga lima ton kami kirim ke Malaysia. Itu kalau lagi panen raya. Pengiriman dalam bentuk green bean (biji kopi kering)," katanya.