Mereka Hadapi Ujian Nasional Tanpa Guru

id mereka hadapi, ujian nasional, tanpa guru

Mereka Hadapi Ujian Nasional Tanpa Guru

Ketika embun belum beranjak dari dedaunan karena matahari masih bersembunyi di balik pelepah pohon kelapa sawit, mereka telah beranjak ke luar rumah dengan berjalan kaki menempuh sekolah yang berjarak beberapa kilometer jauhnya. Pada pagi yang berkabut embun itu, suasana di SMP Negeri 1 Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Riau, tak berbeda jauh dengan hari biasanya. Wajah ceria para siswa yang menyandang tas di punggung dan bahu terlihat jelas dari bahasa tubuh mereka ketika memasuki pagar pembatas sekolah. Jam masuk sekolah di SMP Negeri 1 Teluk Meranti pukul 07.30 WIB, sedangkan waktu pulang pukul 14.00 WIB. Pada hari Jumat waktu pulang dipercepat menjadi pukul 12.00 WIB. Ketika lonceng besi pertanda jam belajar dibunyikan, pagi itu, banyak siswa tetap memilih di luar kelas, seperti berkumpul di bawah pohon rindang di halaman, jajan di kantin atau bergerombol di depan kamar kecil yang sudah tak berpintu. Dari lima ruangan kelas yang ada di SMP 1 Teluk Meranti itu, hanya dua ruang yang berisi murid serta seorang guru. Dua kelas itu merupakan kelas satu. Sedangkan ruang kelas yang lain, yakni kelas dua sebanyak dua kelas dan kelas tiga satu kelas, hanya berisi beberapa murid tanpa guru. Siswa yang lain memilih berada di luar kelas. "Gurunya hari ini tidak masuk bang," ujar Nurbaiti (14), seorang siswa kelas tiga yang sedang asyik bercengkrama dan bercanda dengan temannya pada salah satu ruangan yang tidak ada guru kelas pada hari itu. SMP Negeri 1 Teluk Meranti merupakan satu dari empat sekolah milik pemerintah, yakni dua di antaranya SD dan satu SMU, yang terdapat di daerah pesisir pantai timur di Kabupaten Pelalawan, Riau. Gedung SMP itu berdiri di atas lahan gambut yang rawan banjir, sehingga bangunan sekolah pun merupakan panggung berlantai papan dengan dinding tembok permanen dengan kayu penyekat ruang kelas dari tripleks. Meja tulis sudah usang dan bekas renovasi, sedangkan sebagian bangku belajar merupakan kursi plastik selain kursi kayu yang lapuk termakan usia dengan sehelai papan tulis tripleks berwarna putih. Sekolah itu memiliki siswa sebanyak 166 orang. Para siswa di SMP itu mengaku tidak peduli dengan minimnya fasilitas yang ada di sekolah mereka, namun kehadiran guru di sekolah pelosok desa itu yang menjadi masalah. Teluk Meranti merupakan kecamatan dengan enam desa yang mayoritas penduduknya hidup dari bertani dan nelayan, meski terdapat perusahaan raksasa penghasil bubur kertas beroperasi di daerah itu. Dari sekitar 30 jam belajar dalam sepekan untuk 18 mata pelajaran yang diajarkan dibangku SMP, hanya separuhnya saja yang bisa dilakukan di dalam kelas. Selebihnya, siswa hanya bermain karena ketidakhadiran guru. "Kadang kami belajar hanya dua sampai tiga jam saja per hari. Seperti hari ini semua guru mata pelajaran tidak hadir," kata Inah (14), murid kelas tiga di SMP itu. Dengan kondisi seperti itu, para siswa tersebut harus menghadapi ujian nasional untuk tingkat SMP atau Mandrasah Tsanawiyah yang tinggal beberapa minggu lagi. Kepala SMP Negeri 1 Teluk Meranti Khairunnas SPd mengakui, sekolah yang dipimpinnya telah lama memiliki masalah dengan jumlah tenaga pengajar. Bahkan untuk dua dari empat mata pelajaran yang diikutkan dalam ujian nasional, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, gurunya belum ada. Padahal, kata dia, pihaknya telah berulang kali meminta kepada pemerintah daerah setempat. "Mata pelajaran Bahasa Indonesia terpaksa diajarkan guru komite sekolah yang hanya tamat SMU. Sedangkan guru agama Islam merangkap mengajar Bahasa Inggris di sekolah ini," katanya menjelaskan. Menurut dia, dengan keadaan yang seperti itu, para siswa di sekolahnya tetap harus bersaing dengan siswa yang berada di ibu kota provinsi atau kabupaten di Riau yang memiliki berbagai fasilitas pendidikan dan guru yang berlebih. "Idealnya kami memiliki 18 guru mata pelajaran, namun yang ada saat ini hanya 15 orang termasuk saya sendiri dan sembilan di antaranya guru dari komite sekolah dengan tamatan SMU," katanya. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Riau menyatakan jumlah tenaga pendidik di SMP Negeri 1 Teluk Meranti tersebut masih lebih baik dibandingkan sekolah di pelosok daerah lain yang hanya memiliki dua orang guru untuk satu SD. "Hingga kini masih ditemukan satu SD dengan ratusan murid tapi hanya memiliki tenaga pengajar dua orang guru terutama di pelosok desa," kata Ketua PGRI Riau Isjoni. Menurut dia, Riau memang sedang mengalami masalah serius karena kekurangan sekitar 7.000 hingga 8.000 guru, selain minimnya infrastruktur pendidikan bagi sekolah yang ada di pelosok. Keadaan ini jauh berbeda dengan berbagai aturan yang ada, seperti dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, selain konstitusi yang menjamin warganya mendapatkan pendidikan layak.