Jakarta (Antarariau.com)- Greenpeace Internasional hari ini menerbitkan laporan terbaru, bagaimana HSBC, bank terbesar Eropa telah memberikan pinjaman ratusan juta dollar Amerika ke sejumlah perusahaan kelapa sawit yang merusak hutan di Indonesia. [1]
Sepanjang lima tahun terakhir saja, HSBC telah menjadi bagian dari sindikat perbankan yang mengatur pinjaman senilai 16.3 miliar dollar Amerika (dan mencapai hampir 2 miliar dollar Amerika untuk obligasi) kepada enam perusahaan kelapa sawit yang telah menghancurkan kawasan hutan hujan tropis, gambut dan habitat Orangutan di Indonesia. [2]
Deforestasi dan penghancuran gambut oleh sektor kelapa sawit dan bubur kertas di Indonesia secara luas telah diakui sebagai akar penyebab kebakaran hutan dan asap. Laporan dari Universitas Harvard dan Columbia memperkirakan lebih dari 100 ribu orang dewasa yang meliputi Asia Tenggara telah mati secara dini dari krisis asap tahun 2015. [3][4]
Laporan ini memaparkan pinjaman dan layanan keuangan dari HSBC kepada perusahaan kelapa sawit yang bertanggung jawab atas:
Penghancuran hutan hujan, termasuk habitat orangutan
Perebutan tanah dari masyarakat setempat
Beroperasi tanpa izin legal
Pelanggaran hak pekerja dan penggunaan buruh anak
Kebakaran hutan
Pengeringan dan pengembangan di atas gambut kaya karbon
Banyak dari tindakan-tindakan ini melanggar hukum dan regulasi di sektor perkebunan Indonesia. Memberikan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan ini juga berarti telah melanggar kebijakan keberlanjutan HSBC sendiri [5]. Dukungan keuangan yang disediakan HSBC dan bank-bank internasional lainnya bertolak belakang dengan opini publik dan perusahaan konsumen yang meminta sawit diproduksi secara berkelanjutan.
HSBC mengklaim sebagai bank yang terhormat dengan kebijakan yang bertanggungjawab terkait deforestasi. Tapi entah bagaimana kata-kata bagus ini terlupakan ketika menandatangani kontrak. Deforestasi menyebabkan meluasnya kebakaran yang mengancam kesehatan jutaan orang di seluruh Asia Tenggara, dan iklim global kita. Jadi kenapa HSBC membantu dengan miliaran dollar kepada perusahaan-perusahaan ini untuk mengipasi api?, kata Annisa Rahmawati, Jurukampanye Senior Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
Perusahaan-perusahaan sektor kelapa sawit di Indonesia secara sengaja membuat rumit struktur korporat untuk menghindari pemeriksaan. Tapi dengan menganalisa data keuangan perusahaan dan rekening perusahaan, begitu juga dengan penelitian lapangan, Greenpeace Internasional telah melacak mereka yang bertanggungjawab atas kehancuran hutan ini melalui perusahaan induknya ke HSBC dan bank-bank internasional lainnya.
"Krisis asap akibat pembukaan hutan dan gambut setiap tahun telah membahayakan saya dan keluarga. Bank dan perusahaan yang mendorong terjadinya krisis tersebut harus bertanggung jawab karena mereka telah merenggut hak asasi kami untuk memperoleh udara bersih. Perusakan lingkungan yang tidak terkendali juga akan memberangus peradaban masyarakat lokal, Nilus Kasmi Seran, masyarakat suku Dayak dan relawan Tim Cegah Api dari Ketapang, Kalimantan Barat.
Tahun lalu, IUCN mengubah kategori Orangutan Kalimantan dari terancam menjadi terancam punah, dan menyebutkan bahwa penghancuran, degradasi dan terkoyaknya habitat mereka termasuk konversi hutan menjadi perkebunan sebagai penyebab utama kepunahan populasi ini. [6]
Greenpeace menganalisa angka yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yang menyebut 31 juta hektar hutan hujan Indonesia telah hancur sejak 1990 - hampir setara luas Jerman. [7] Indonesia kini telah melampaui Brasil sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia, dan hari ini hanya tinggal setengah dari gambutnya yang ditutupi hutan.
(RLS)
Berita Lainnya
Bangun ekonomi lokal, Presiden Jokowi ingin ada pasar baru di Mamasa Sulbar
23 April 2024 14:40 WIB
Ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 5 persen meski ada konflik Iran-Israel
22 April 2024 14:32 WIB
Tak ada penumpang kereta jadi korban insiden tabrak bus di Sumsel
21 April 2024 18:22 WIB
YLKI nyatakan belum ada keluhan isi daya kendaraan listrik selama Lebaran 2024
20 April 2024 11:04 WIB
Ekonom: Ada lonjakan nilai investasi manufaktur pada satu dekade terakhir
17 April 2024 14:45 WIB
Ada 22 pengaduan THR ke Dinas Nakertrans Riau
11 April 2024 10:34 WIB
Menkeu Sri Mulyani sebut tak ada perubahan anggaran bansos Kemensos pada 2024
05 April 2024 14:36 WIB
Kemlu pastikan tidak ada warga negara Indonesia yang jadi korban gempa di Taiwan
03 April 2024 14:13 WIB