Ini Catatan Jikalahari Terkait Penanganan Bencana Lingkungan di Riau

id ini catatan, jikalahari terkait, penanganan bencana, lingkungan di riau

Ini Catatan Jikalahari Terkait Penanganan Bencana Lingkungan di Riau

Oleh Diana Syafni

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau merilis cerita akhir 2016 Kebakaran lahan dan hutan setempat yang merupakan kajian deforestasi, degradasi, konflik tenurial, kebijakan pemerintah hingga inisiatif perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan oleh pemerintah dan masyarakat sipil.

Koordinator Jikalahari Woro Supartinah dalam kajian akhir tahun yang dirilis Jikalahari di Pekanbaru,Rabu mengatakan catatan tersebut dapat dijadikan referensi dan renungan untuk berjuang di 2017.

"Catatan akhir tahun sudah menjadi tradisi Jikalahari untuk memberikan informasi publik sehingga Pemerintah dapat mengambil kebijakan yang pro terhadap penyelamatan hutan dan rakyat," kata Woro.

Dalam paparan Wakil Koordinator Jikalahari Made Ali mencatat korban meninggal sepanjang tahun 2016: satu meninggal karena karhutla, empat meninggal karena banjir.

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau dari 29 Januari 16 Februari 2016 lebih dari 158 ribu warga terkena dampak banjir di 3 kabupatenKampar, Kuansing dan Rokan Hulu.

Itu berarti korban meninggal bertambah. Pada 2015 lima orang meninggal karena karhutla, 97 ribu warga terkena ISPA. Data Bappeda Propinsi Riau per 2016 mencatat sepanjang 2008 2014, banjir telah merenggut nyawa 44 orang warga Riau dan 1.004.985 orang menderita akibat dampak banjir. Sekitar 1.821 unit rumah hancur dan 6.147 rusak. Sejak 2008 hingga saat ini, frekuensi terjadinya banjir selalu meningkat tiap tahunnya.

Tetapi, Gubernur Riau melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau memberikan penghargaan aktif dalam penanggulangan bencana karhutla kepada korporasi yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan.

Penghargaan yang diberikan kepada korporasi ini menunjukkan Gubernur Riau hanya fokus memadamkan api sepanjang tahun 2016. Padahal, dalam Pergub nomor 5 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau, fokus bukan hanya memadamkan api tapi memperbaiki tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang dimonopoli oleh korporasi.

Jikalahari menilai pendekatan pemerintah belum bergeser dari pola lama dan biasa yang hanya fokus pada penanganan, tidak pada upaya pencegahan. Pendekatan penanganan seperti ini sengaja "dipelihara" oleh pemerintah.

Selanjutnya, kata dia, pemerintah sibuk memadamkan api melalui darat, mengerahkan tentara, dan melalui udara, mengerahkan tentara menggunakan pesawat untuk memadamkan api.

Ia mencatat pemerintah sibuk memberikan sumbangan, meninjau lokasi banjir dan membangun posko-posko.

Kebijakan pemerintah hendak memberi ruang kelola untuk rakyat dalam bentuk perhutanan sosial sebagai wujud keberpihakan pada rakyat patut diapresiasi. Termasuk keberpihakan pemerintah dengan membentuk Badan Restorasi Gambut yang hendak memulihkan lahan gambut yang dibakar dan dirusak oleh korporasi dan cukong, lalu memperkuat revisi PP 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan moratorium sawit serta tambang.

Kemudian, dalam pemaparannya made menyinggung SP3 15 perusahaan dan keberlanjutan penyelidikan kasus yang dijanjikan aparat penegak hukum.