Pekanbaru (Antarariau.com) - LSM SUAKA meminta pemerintah daerah membuka diri soal penanganan terhadap pengungsi, khususnya kelompok rentan, sebagaimana amanah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
"Penerbitan perpres tersebut merupakan kemajuan setelah lama direncanakan sejak 2010," kata Ketua SUAKA Febi Yonesta ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Menurut dia, secara normatif, perpres yang disahkan 31 Desember 2016 telah mengisi kekosongan hukum pengaturan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia yang ditegaskan di dalam Pasal 28G UUD dan Pasal 25--27 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Ia mengatakan bahwa SUAKA mengapresiasi Perpres ini karena di dalamnya telah cukup lengkap melindungi hak-hak pengungsi dan pencari suaka, di antaranya adalah adanya perhatian khusus untuk kaum rentan yang berada dalam kondisi darurat di laut dan darat, sakit, hamil, difabel, anak, dan lanjut usia.
Selain itu, memberikan pengakuan untuk penyatuan keluarga, kejelasan definisi pengungsi, distribusi peran antarlembaga, dan prinsip berbagi tanggung jawab dan penggunaan APBN untuk perlindungan pengungsi.
"Oleh karena itu, perpres harus menjadi rujukan bagi setiap pejabat pemerintah di Indonesia dalam menangani pencari suaka atau pengungsi. Selama ini, pemerintah daerah gamang menyikapi pengungsi atau pencari suaka di Indonesia, terutama ketika pencari suaka ini datang ke perairan Indonesia secara tiba-tiba," katanya.
Ironisnya, karena tidak adanya aturan yang jelas, kata Febi, sering kali menerapkan pendekatan keamanan. Hal ini justru menambah kerentanan para pencari suaka.
Namun, kini, perpres sudah membentuk koordinasi dan fungsi yang jelas di pemerintahan jika menemukan pengungsi di laut dan di darat. Tidak lagi pengungsi dan pencari suaka dipandang sebagai imigran gelap atau ilegal.
Muhammad Hafiz, Koordinator Advokasi SUAKA dan Direktur Eksekutif HRWG menjelaskan bahwa perpres tersebut telah mengadopsi definisi pengungsi di dalam Konvensi 1951.
Yang dibutuhkan berikutnya, menurut dia, adalah semua instansi pemerintah terkait harus mengadopsi definisi yang sama dalam peraturan-peraturan yang diterbitkan tersebut.
Hafiz menekankan bahwa penerapan perpres itu harus memasukkan prinsip hak asasi manusia seperti yang ada di dalam Kovenan Internasional, seperti Sipil dan Politik (ICCPR), Ekonomi Sosial-Budaya (ICESCR), maupun konvensi internasional lain yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah.
Agar efektif dijalankan, SUAKA mendorong Pemerintah melakukan diseminasi dan sosialisasi lebih lanjut tentang perpres tersebut ke instansi pemerintah daerah, terutama yang selama ini dekat dengan permasalahan pengungsi, seperti Aceh, Makassar, Medan, Tanjung Pinang, Kupang, dan Jawa Barat.
Berita Lainnya
Rudenim minta Disdik Pekanbaru evaluasi anak imigran bersekolah di SD negeri
23 November 2019 10:49 WIB
Gagal Kudeta, Sejumlah Perwira Militer Turki Minta Suaka Di NATO
19 November 2016 11:15 WIB
Hampir 200 Pendukung Ghana Di Piala Dunia Minta Suaka Di Brasil
11 July 2014 9:18 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB