Jakarta (Antarariau.com) - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Ade Firmansyah Sugiharto menjelaskan jumlah dokter ahli forensik di Indonesia baru mencapai 300 yang tersebar di seluruh daerah.
"Dokter hanya sekitar 300 di seluruh Indonesia, di 34 provinsi 514 kabupaten/kota," kata Ade di Jakarta, Kamis.
Dia memaparkan dokter forensik dibutuhkan untuk melakukan autopsi, entah itu pemeriksaan luar saja ataupun bedah mayat, sebagai salah satu yang bisa menjelaskan penyebab kematian seseorang yang tidak wajar.
Namun karena sedikitnya jumlah dokter forensik di Indonesia, beberapa kasus pembunuhan yang diselediki oleh polisi melibatkan dokter lain yang juga berkompeten sebagai pengganti dokter forensik.
Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Pasal 122 ayat 2 yang memungkinkan dokter lain melakukan bedah mayat apabila tidak tersedia dokter ahli forensik di suatu daerah.
"Ada masalah dengan dokter forensik, karena tidak cukup. Sehingga undang-undang ini memberi kesempatan apabila di daerah terjadi tindak pidana dan tidak ada dokter forensik maka boleh diberikan kesempatan pada dokter lain untuk melakukan bedah forensik," kata pakar hukum pidana Jamin Ginting.
Jamin menjelaskan bahwa pada Pasal 122 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah melalui pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan dokter forensik, khususnya untuk kepentingan penyidikan tindak pidana.
Ketersediaan dokter ahli forensik juga berkorelasi dengan jumlah permintaan bedah mayat dalam kasus tindak pidana pembunuhan.
Ade mencontohkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam setahun mengautopsi sekira 400 mayat dari 4.000 kematian tidak wajar. "Jadi hanya sekitar 40 persennya yang diautopsi," kata dia.
Sedikitnya autopsi yang dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum tersebut, lanjut dia, disebabkan pihak keluarga yang tidak memberi izin pembedahan.
Jamin menyebut sikap masyarakat tersebut menjadi kendala untuk melakukan autopsi demi kepentingan peradilan.
"Budaya masyarakat yang belum sadar hukum, dan kurangnya dukungan dari pihak keluarga. Pada umumnya keluarga juga keberatan kalau mayat (anggota keluarganya) diobrak-abrik oleh dokter forensik," kata ujar Jamin.
Berita Lainnya
IDI: Jumlah dokter yang gugur akibat terpapar COVID-19 bertambah jadi 136
15 October 2020 12:01 WIB
Dinkes Riau Klaim Pelayanan Kesehatan Terkendala Jumlah Dokter
08 February 2017 20:25 WIB
Tim forensik selidiki penyebab kebakaran di Pasar Cik Puan
20 February 2023 11:56 WIB
Fakta forensik di balik kematian wanita di Kantor DPRD Riau
16 September 2022 21:56 WIB
Riau bentuk tim penanganan jenazah COVID-19 akibat kematian tinggi, begini penjelasannya
16 April 2020 10:20 WIB
Analis Forensik Digital Imbau Masyarakat Waspadai Ancaman Malware
21 May 2017 9:15 WIB
Tim Digital Forensik Polri Periksa Percakapan Dunia Maya Milik Sultan
22 October 2016 14:11 WIB
Ini Hasil Forensik Jasad Angelica, Bocah 11 Tahun di Kampar
30 March 2016 17:13 WIB