Kondisi Situs Sejarah "Tangsi Belanda" Memprihatinkan

id kondisi situs, sejarah tangsi, belanda memprihatinkan

Kondisi Situs Sejarah "Tangsi Belanda" Memprihatinkan

Siak (Antarariau.com) - Bangunan yang dahulunya berfungsi sebagai tempat perlindungan dan pertahanan bagi para tentara Belanda atau dikenal dengan "Tangsi Belanda" berlokasi di Desa Benteng Hulu, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, kondisinya semakin memprihatinkan serta tidak terawat.

"Pemerintah daerah kabupaten harus segera revitalisasi beberapa cagar budaya yang mulai tidak lagi kokoh lantaran sudah berumur ratusan tahun, dan tidak ada pemanfaatan. Seperti Tangsi Belanda yang sudah memprihatinkan," kata anggota DPRD kabupaten Siak, Kamis.

Dalam Tangsi/benteng Belanda ini terdapat berbagai macam bangunan yang pada zaman dahulunya berfungsi sebagai penjara, kantor, gudang senjata, dan logistik.

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nurmatias menjelaskan, bangunan Tangsi Belanda harus secara menyeluruh dilakukan pemugaran (revitalisasi) dikarenakan sudah sangat banyak kerusakan pada fisik.

"Dengan pemugaran secara keseluruhan tentunya akan menimbulkan kenyamanan dalam menggunakan bangunan ini," kata Nurmatias kepada Antara, dihubungi dari Siak.

Sedangkan untuk revitalisasi, lanjut dia, akan dianggarkan pada tahun 2018 mendatang dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bersama dan Pemkab Siak.

Dia menerangkan, pihaknya akan mengutamakan bagian-bagian fisik bangunan yang kondisinya sudah rusak parah. Seperti atap dan kusen pintu serta jendela.

Bahkan, tidak hanya Tangsi Belanda saja yang akan dipugar, tapi juga Kerapatan Adat dan bangunan Landraad pun akan diusulkan untuk bisa direvitalisasi pada 2018 mendatang.

Tangsi Belanda sebelumnya pernah dipugar oleh pemerintah Provinsi Riau pada 2013 silam, namun hanya sebagian atau satu gedung saja.

Walau pernah dipugar, namun karena masih belum digunakan, kondisi bangunan sudah kembali mengalami kerusakan di beberapa bagian.

Dalam keterangan atau historis bangunan yang pernah dipamerkan pihak BPCB dalam kegiatan Sinergitas Budaya beberapa pekan lalu bahwa riwayat pembangunan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi jelas sezaman dengan masuknya pengaruh Belanda (hegmoni) di Kesultanan Siak, yakni pada abad ke 19.

Bagian depan gedung tangsi banyak mengalami kerusakan. Saat ini benteng tinggal berupa bangunan bagian dindingnya, sedangkan bagian atap, papan lantai kedua, pintu dan jendela sudah hilang.

Secara umum bangunan benteng sudah rusak parah tetapi bentuk aslinya masih terlihat. Bekas pertahanan Belanda ini terdiri dari empat bangunan yang membentuk formasi melingkar sehingga terdapat halaman di dalamnya.

Bangunan pertama berada di sebelah timur yakni berupa bangunan dua lantai berukuran panjang 18 meter (m) dan lebar 9,6 m. Lantai bawah terdiri terdiri dari sayap utara yang berfungsi sebagai ruang jaga kantor dan ruang tahanan.

Sementara sayap selatan terdiri dari empat ruangan yang dahulunya untuk kamar mayat dan rumah sakit.

Sedangkan dua bangunan di belakang merupakan bangunan yang sama yakni dipergunakan sebagai kantor untuk lantai atas dan asrama dan tempat tinggal untuk lantai bawah.

Sebelah Utara bangunan utama, dahulunya untuk gudang senjata, pada ujung barat halaman dalam terdapat sisa bangunan WC dan kamar mandi.

Selain nilai sejarah dan arsitekturalnya Tangsi Belanda ini juga memiliki daya tarik dari segi arsitektural bangunan yang bergaya kolonial.

Selain itu, potensi yang terlihat dari keletakkan bangunan yang berada di dekat sungai sehingga kemungkinan untuk diarahkannya pada pemanfaatan dalam bidang pariwsata juga sangat besar.

Dilapangan, kondisi bangunan terlibat memprihatinkan dibagian atap yang sudah banyak rusak, serta sebagian jendela-jendela hilang, serta warna cat sudah memudar dan mengelupas.

Fakta lain, pada 31 Oktober 2016 lalu, masyarakat peduli kabupaten Siak (MPKS) yang bergotong-royong bersama TNI dan Polri untuk membersihkan lingkungan Tangsi Belanda, menemukan banyaknya bekas alat kontrasepsi berserakan di halaman benteng.

Sekeliling benteng ini juga dipagari dengan kawat besi sebagai pengamanan. Hal tersebut sengaja dilakukan agar masyarakat tidak lagi memasuki area bangunan, guna menghindari terulangnya insiden runtuhnya tembok yang menimpa dua pelajar Siak pada tahun 2012 lalu.