Dinkes Pekanbaru Klaim Kasus DBD Turun Hingga 51 Persen

id dinkes pekanbaru, klaim kasus, dbd turun, hingga 51 persen

Dinkes Pekanbaru Klaim Kasus DBD Turun Hingga 51 Persen

Pekanbaru (Antarariau.com) - Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru mengklaim kasus demam berdarah dengue di ibu kota Provinsi Riau itu turun 51 persen dalam empat bulan pertama 2017 dari periode yang sama 2016.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Helda S Munir di Pekanbaru, Jumat, mengatakan hingga pekan 16 tahun ini tercatat sebanyak 260 kasus DBD di Kota Bertuah tersebut dibanding 505 kasus pada periode yang sama tahun lalu.

"Begitu juga data DBD per minggu turun 50 persen, atau 20 kasus dari 41 kasus pada periode yang sama tahun 2016," kata Helda.

Ia menjelaskan penurunan kasus DBD tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya yang utama adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan.

Meski dia mengatakan hal itu perlu ditingkatkan lagi, seraya melakukan upaya pencegahan dan sosialisasi serta program-program yang dijalankan Dinas kesehatan Pekanbaru terus digalakkan.

Sebanyak 260 kasus DBD hingga pekan 16 ini menyebar di 12 kecamatan di Kota Bertuah tersebut. Kecamatan Bukit Raya merupakan wilayah dengan kasus DBD tertinggi se Kota Pekanbaru yang mencapai 45 kasus, diikuti Kecamatan Tampan 40 kasus.

Selanjutnya Kecamatan Marpoyan Damai sebanyak 38 kasus, Payung Sekaki 29 kasus, dan Tenayan Raya 23 kasus.

Kasus demam berdarah turut tercatat di Rumbai 18 kasus DBD, Senapelan 16 kasus, Rumbai Pesisir 15 kasus, Lima Puluh 14 kasus, Pekanbaru Kota 11 kasus, Sukajadi sembilan kasus, dan Sail dua kasus.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan, mayoritas penderita DBD Pekanbaru merupakan anak-anak usia 5-9 tahun yang mencapai 68 kasus. Diikuti usia produktif 25 tahun ke atas mencapai 50 kasus, serta remaja usia 15-19 tahun 38 kasus.

Melengkapi Helda, Kepala Bidang Pengendalian Kesehatan Kota Pekanbaru Gustianti menjelaskan aktivitas di luar rumah dan berada di lingkungan yang kurang terjaga menjadi faktor terbesar anak-anak tersebut menderita DBD.

Menurut Gustianti, kelompok usia tersebut mayoritas merupakan siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sehingga kecenderungan anak-anak usia sekolah menjadi korban DBD cukup tinggi.

"Dari pemetaan kami, korban DBD memang cenderung anak usia sekolah yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah," ujarnya.

Hal yang sama juga terjadi pada kelompok usia produktif dan dewasa, seperti mahasiswa dan pekerja terbebas DBD.

Ia mengatakan kelompok usia tersebut juga cukup rentan.