Pekanbaru (Antarariau.com) - PT PLN (Persero) akan mengajukan ganti rugi dengan konsinyasi atau melalui pengadilan, untuk pembangunan tapak menara transmisi program tol listrik Sumatera di lima daerah di Provinsi Riau.
"Kita mau tidak mau mengambil langkah konsinyasi dalam upaya pembebasan lahan itu. Konsinyasi ini kita ajukan pada bulan Mei ini," kata Manager Unit Pelaksana Kontruksi Jaringan Sumatera (UPKJS) 2 Rachmat Basuki, di Pekanbaru, Selasa.
Ia menjelaskan ganti rugi konsinyasi dilakukan karena setelah PLN melakukan mediasi dengan masyarakat, para pemilik tanah bersikukuh tidak menerima ganti rugi.
Adapun lima daerah tersebut yakni Dumai 17 titik, Rokan Hilir dan Indragiri Hulu masing-masing tujuh titik, Indragiri Hilir 17 titik, dan Kampar 33 titik.
Menurut dia, pembebasan lahan untuk tapak menara (tower) tol listrik di lima kabupaten tersebut melalui mediasi dan perundingan berjalan lambat. Akibatnya, penuntasan pembangunan jaringan listrik di daerah ini pun ikut molor dari rencana.
Penyebab tak tuntasnya pembebasan lahan tersebut dikarenakan banyaknya masyarakat yang tak mau menerima ganti rugi dari PLN. Selain itu, mereka juga mematok harga selangit melebihi nilai jual tanah.
Dengan begitu, lanjutnya, proses ganti rugi lahan akan diputuskan oleh pengadilan. Di beberapa daerah, PLN telah memberikan ganti rugi setelah pengadilan memutuskan pemilik lahan harus membebaskan tanah yang mereka miliki. "Dalam proses ini, PLN dan pemilik lahan harus mengikuti tahapan persidangan di pengadilan," ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD Riau, Eddy Muhammad Yatim mengatakan, masyarakat harusnya menyadari pembagunan jaringan listrik dan gardu induk tersebut adalah demi kepentingan seluruh masyarakat Riau.
Kita bersama tentu memiliki keinginan yang sama untuk menuntaskan masalah krisis listrik di Riau. Harusnya masyarakat mendukung langkah ini, jangan malah ngeyel dan terkesan menghambat pembangunan listrik di Riau, ujar Eddy.
Selain itu, masyarakat juga harus sadar, berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 6 dijelaskan bahwa, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, dan bukan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi sosial ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya," sebut Eddy lagi.
Kalau pun ada nantinya masyarakat yang ngotot, maka menurut anggota Komisi A DPRD Riau ini, pihak pemerintah nanti bisa menitipkan uang ganti rugi di pengadilan, demi meneruskan pembangunan untuk kepentingan masyarakat luas.
Ia menambahkan, masyarakat harus menumbuhkan kesadaran, bahwa kepentingan bersama adalah hal yang lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Ini kan demi mereka juga, ngapain harus ngotot seperti itu. Di sinilah masyarakat harus menunjukkan bahwa mereka ikut berpartisipasi terhadap pembangunan. Selain itu, peran pemerintah daerah di sini juga sangat dibutuhkan untuk memediasi, jangan pula sampai terlalu lama proses mediasinya, harapnya.
Berita Lainnya
Tingkatkan Kompetensi Generasi Muda, PLN Libatkan Guru SMK
25 October 2012 21:00 WIB
Prihatin kondisi hewan, pengadilan Brazil putuskan untuk larang ekspor sapi hidup
28 April 2023 10:53 WIB
Unri-Pengadilan Tinggi Riau berkolaborasi dorong penelitian inovatif untuk mahasiswa
02 February 2023 21:51 WIB
Presiden Brazil Bolsonaro dipanggil pengadilan untuk diperiksa soal kebocoran dokumen
28 January 2022 10:49 WIB
Sidang KUD Tunas Muda, nama warga dipakai untuk pinjam uang ke bank
29 June 2021 17:32 WIB
PN Rengat rangkul media untuk sajikan informasi akurat
04 March 2021 16:28 WIB
Pengadilan Negeri Tembilahan ajukan permohonan hibah tanah untuk perluasan kantor
23 July 2019 14:52 WIB
Pengadilan ICC Solusi Keadilan Untuk Rohingya
10 September 2017 20:25 WIB