Mimpi Terajut Dengan Merawat Gambut

id mimpi terajut, dengan merawat gambut

Mimpi Terajut Dengan Merawat Gambut

Pekanbaru (Antarariau.com) - Panas terik tidak menyurutkan semangat Agus menjelaskan keberadaan sekat kanal yang ia bangun secara swadaya bersama masyarakat yang secara ajaib dapat menekan angka kebakaran hutan dan lahan gambut.

Didampingi seorang penerjemah bahasa, cerita Agus disimak dengan saksama oleh sekitar 20 pakar lingkungan dunia yang tergabung dalam Global Peatland Initiatives (GPI), Selasa kemarin (16/5).

Agus bercerita, kampungnya yang bernama Desa Rempak dahulunya wilayah langganan tertimba kebakaran lahan hutan (karhutla) yang terjadi setidaknya setiap tahun ketika musim kering tiba. Gambut-gambut yang mengering sangat mudah terbakar, sementara pada saat musim hujan air tidak terkendali debitnya.

Tahun 2015 merupakan momen terburuk di Desa Rempak. Kabut asap tebal menyelimuti wilayah itu dan meluas ke beberapa kecamatan bahkan ke kabupaten di Riau. Kebakaran hebat melanda sebagian besar perkebunan warga di desa tersebut.

Pada tahun yang sama itu warga secara swadaya membangun sekat kanal dan berhasil membangun satu kanal. Meskipun dibangun dengan konstruksi semi permanen dengan memakai papan serta karung berisi pasir, keberadaan kanal itu diakuinya sangat membantu menghambat kebakaran lahan hutan.

"Kami hanya mengira saja, tidak ada patokan atau standar untuk membuat sekat kanal," kata Agus saat ditanya seorang pakar dari Regional Technical Specialist for Land Use and Green Economy pada Program Lingkungan PBB (United Nation Environment Programme/UNEP), Johan Kieft tentang cara mereka mengukur debit air.

Agus juga menjawab pertanyaan Kieft lainnya dengan sangat baik. Salah satunya mengenai cara memastikan agar sekat kanal semi permanen itu tidak rusak dan jebol.

"Kami selalu ganti apabila karungnya mulai rusak, karena kan terkena panas dan hujan, jadi biasanya setiap enam bulan pasti ada yang diganti," jelasnya.

Sejumlah delegasi yang mengikuti dialog persis di lokasi sekat kanal itu terlihat "manggut-manggut" tanda mengerti dan puas atas penjelasan Agus.

Wakil Bupati Siak, Alfredi yang turut mendampingi puluhan tamu asing itu mengakui bahwa keberadaan sekat kanal berhasil menekan angka Karhutla di Siak sebesar 85 persen.

Ia menjabarkan, pada tahun 2014 luas Karhutla di Siak mencapai 19.000 hektare. Pada tahun yang sama, pembangunan sekat kanal dan embung mulai dilangsungkan, termasuk yang dilakukan secara swadaya oleh Agus dan masyarakat sekitar.

"Kemudian pada 2015, luas kebakaran masih cukup tinggi mencapai 12.000 hektare. Baru pada 2016, luas kebakaran berhasil ditekan sekitar 85 persen menjadi 1.400 hektare," jelas Alfredi kepada Antara.

Dirinya mengklaim, keberhasilan tersebut tidak lepas dari masifnya pembangunan sekat kanal, berikut embung selama beberapa tahun terakhir.

Menurutnya hingga kini sebanyak 240 unit sekat kanal terlah dibangun dan menyebar di seluruh Kota Istana itu, selain itu juga terdapat pembuatan 90 embung.

Jumlah sekat kanal dan embung baru dipastikan akan terus bertambah sejalan dengan upaya pemerintah yang terus mengupayakan pembangunannya.

Menurut dia, keberadaan ratusan sekat kanal dan embung yang dibangun oleh pemerintah bersama dengan masyarakat serta aparat TNI dan Polri tersebut terbukti cukup berhasil menekan angka Karhutla.

Pusat Pembelajaran Gambut Dunia

Setelah meninjau pengelolaan gambut secara singkat di Kabupaten Siak, Komisariat UNEP menyatakan Indonesia bisa menjadi pusat pembelajaran tata kelola gambut dunia.

"Indonesia bisa jadi pusat pembelajaran pengelolaan gambut dunia. Ini bagus untuk membantu negara-negara lain yang memiliki lahan gambut seperti Afrika, Amerika Latin, tapi belum ada pengalaman mengelola gambut," kata Johan Kieft.

Kieft mengaku takjub dengan tata cara pemerintah dan masyarakat dalam mengelola lahan gambut hingga menekan kebakaran hutan dan lahan.

"Saya melihat pemerintah sudah sangat maju dalam melakukan tata ruang yang sesuai dengan ekosistem," ujarnya.

Selain itu, dia juga mengatakan pemerintah selalu terbuka dalam program menjaga lingkungan. Kemudian, dia turut mengapresiasi keterlibatan masyarakat dalam turut serta mejaga lingkungan, terutama di lahan gambut.

Lebih jauh, ia mengatakan ingin membantu pemerintah daerah di Indonesia yang wilayahnya berkontur gambut dari sisi tata ruang dan pengembangan komoditas baru.

UNEP telah menginisiasi pembentukan Global Peatland Initiatives (GPI) yang beranggotakan negara pemilik hutan dan lahan gambut seperti Republik Kongo, Republik Demokratik Kongo, Peru dan Indonesia.

Sejumlah delegasi yang mengikuti kunjungan ke Siak mengaku mendapatkan pengalaman baru dalam mengelola lahan gambut. Mereka mengatakan seluruh pelajaran yang diperoleh dari Indonesia akan diaplikasikan di negara mereka masing-masing, yang mereka akui sama sekali tidak memiliki pengetahuan dalam mengelola gambut.

Target Restorasi 200.000 Hektare

Dalam kunjungan ke Siak Badan Restorasi Gambut (BRG) juga menyatakan akan melanjutkan restorasi gambut di Riau. Secara keseluruhan, ditargetkan seluas 200.000 hektare lahan tersebar pada delapan kabupaten untuk direstorasi selama 2017.

"Untuk Riau (restorasi gambut) yang dikerjakan pemerintah pusat dan daerah 200.000 hektare," kata Deputi Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan Alue Dohong.

Lahan gambut yang akan direstorasi itu terletak di delapan kabupaten kota yakni Dumai, Siak, Kepulauan Meranti, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri Hilir, Rokan Hilir dan Kampar.

Dalam upaya restorasi tersebut, Dosen Universitas Palangkaraya itu mengatakan akan membangun sebanyak 550 unit sumur bor serta 800 lebih sekat kanal baru.

Riau merupakan satu dari tujuh provinsi yang mendapat prioritas restorasi oleh pemerintah melalui BRG. Secara nasional, tahun ini BRG menargetkan untuk merestorasi 400.000 hektare lahan gambut di tujuh provinsi.

Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut maka lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab ke presiden mempunyai tugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut.

Target capaian BRG sesuai perpres tersebut, yakni pada 30 persen pada 2016, 20 persen masing-masing pada 2017, 2018, dan 2019, serta pada 2020 sebesar 10 persen dari total luasan 2.492.527 hektare lahan gambut yang harus direstorasi dalam lima tahun.