Masyarakat Bengkalis Gotong-Royong Lestarikan Tradisi "Lampu Colok"

id masyarakat bengkalis, gotong-royong lestarikan, tradisi lampu colok

Masyarakat Bengkalis Gotong-Royong Lestarikan Tradisi "Lampu Colok"

Bengkalis (Antarariau.com) - Panas terik pada hari terakhir Ramadhan 1438 Hijriah, Sabtu (24/6) tak menyurutkan semangat puluhan pemuda desa-desa di Kabupaten Bengkalis, Riau untuk mengisi ribuan kaleng bekas yang dijadikan lampu dengan bahan bakar minyak solar.

Jarum jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, dan mereka dengan tekun mengisi serta memeriksa satu persatu sumbu lampu yang jumlahnya mencapai 4.000 buah. Target mereka, sebelum pukul 17.00 WIB, lampu-lampu itu telah tersusun rapi di menara terbuat dari kayu, yang telah dibentuk sedemikian rupa.

Menara itu terbuat dari susunan kayu yang kemudian dipasangi jaring-jaring besi. Tingginya 15 meter dengan lebar mencapai 40 meter. Di menara itu, lampu-lampu tersebut disusun rapi dengan pola berbentuk masjid.

Jika dilihat pada malam hari, tampak jelas menara lampu tersebut menggambarkan pola berbentuk masjid. Terdapat tiga buah kubah dengan satu kubah utama, serta dilengkapi pintu dan jendela. Bentuk bangunan masjid tersebut seolah sangat nyata, namun digambar dengan nyala api lampu dari kaleng bekas.

Bagi orang yang pertama kali ke Pulau Bengkalis, mereka pasti tidak dapat menyembunyikan takjubnya terhadap menara lampu membentuk gambar masjid. Dibentuk dengan ribuan lampu dari kaleng bekas di atas kanvas berupa menara kayu yang berdiri tegak, kokoh.

Itulah salah satu tradisi di Kabupaten Bengkalis. Masyarakat setempat biasa menyebut lampu colok. Lampu colok tidak hanya berada di satu tempat, melainkan dengan mudah ditemukan di setiap sudut kampung-kampung di pesisir Riau tersebut.

Setiap desa bahkan setiap lingkungan RW, mereka melakukan hal yang sama. Lampu colok mulai digelar pada malam 27 Ramadhan hingga malam takbiran atau malam Lebaran. Bentuknya juga beragam, tidak hanya berbentuk masjid. Ada juga menara dengan bentuk kapal Lancang Kuning, tulisan Asma Allah, dan beragam lainnya.

Sabtu kemarin merupakan hari ketiga rutinitas itu mereka lakukan. Berkumpul usai Zuhur, dan selesai setelah Ashar. Tujuan mereka satu, memberikan hasil terbaik untuk dapat dinikmati warga saat malam tiba.

Untuk menyalakan ribuan lampu tersebut, dibutuhkan setidaknya 400 liter hingga 800 liter minyak solar.

"Beberapa tahun lalu biasanya memakai minyak tanah, namun harganya melambung tinggi. Jadi kita ganti dengan solar," kata Ibnu, salah seorang pemuda yang sedang memeriksa ribuan lampu minyak itu.

Sementara itu, ia dan mayoritas pemuda di Bengkalis menyatakan untuk membeli solar serta biaya pembangunan menara, dana dikumpulkan secara swadaya. Melalui sumbangan sukarela pada warga setiap kampung atau ada donatur dari pengusaha di masing-masing wilayah.

Menjaga tradisi lampu colok memang mahal. Mereka mengakuinya, selain juga membutuhkan tenaga ekstra, terutama di bulan puasa. Namun, kebanggaan dan rasa puas serta kebersamaan yang terjalin merupakan hal yang tidak ternilai harganya.

Ibnu dan para pemuda di pelosok kampung Bumi Negeri Junjungan itu mengatakan akan selalu berusaha menjaga tradisi tersebut, meski pemerintah setempat sendiri dinilai minim memberikan kontribusi.

"Biayanya swadaya. Tidak ada dari pemerintah. Kalaupun ada, itu susah. Harus pakai proposal dan menunggu. Lebih baik swadaya," timpal Tia, rekan Ibnu yang menjabat sebagai bendahara pembangunan lampu colok di desa Selatbaru tersebut.

Bupati Bengkalis Amril Mukminin dalam sebuah kesempatan saat meresmikan ajang lampu colok di Kecamatan Bantan mengakui Pemerintah setempat belum bisa memberikan anggaran maksimal untuk kegiatan tersebut. Kalaupun ada, dia mengatakan dananya terbatas. Sebuah ironi saat negeri yang konon kaya sumber daya alam itu tidak dapat berbuat banyak melestarikan budaya unik nan kreatif tersebut.

Wisata Lampu Colok

Usai shalat tarawih, jalanan di kampung-kampung dan di kota Bengkalis tampak ramai. Bahkan di beberapa titik, kondisinya padat merayap. Warga antusias menyaksikan atraksi lampu colok sejak malam pertama dinyalakan.

Jeprat-jepret, mereka mengabadikan setiap lampu colok dengan kamera ponsel pintar. Tua muda anak-anak remaja, semua tumpah ruah menyaksikan agenda satu tahunan tersebut.

Tidak hanya warga lokal, warga pendatang yang bahkan dari mancanegara seperti Malaysia, yang hanya membutuhkan waktu 45 menit perjalanan dari Bengkalis tampak menikmati kreasi lampu colok.

"Ini hanya dapat ditemukan di Bengkalis. Saya selalu meluangkan waktu untuk lebaran di sini," kata Herman, salah seorang warga asal Malaysia.

Herman memang tidak serta merta ke Bengkalis hanya untuk melihat aneka kreasi lampu colok, karena dia juga berkunjung ke rumah sanak saudaranya di Pulau Terubuk itu.

Namun, setidaknya dengan kedatangan Herman ke Bengkalis akan menjadi bagian dari promosi gratis keberadaan kreasi lampu colok tersebut, yang memang selama ini tak dipromosikan maksimal.

Pewarta :
Editor: Anggi Romadhoni
COPYRIGHT © ANTARA 2017