Menagih Komitmen Badan Usaha Lindungi Kesehatan Pekerja

id menagih komitmen badan usaha lindungi kesehatan pekerja

Menagih Komitmen Badan Usaha Lindungi Kesehatan Pekerja

Pekanbaru, (Antara) - Menjadi peserta JKN-KIS merupakan hak konstitusional pekerja yang telah diatur dengan undang-undang sehingga tidak ada alasan lagi jika Badan Usaha (BU) menolak untuk mendaftarkan karyawan mereka ke BPJS Kesehatan.

Bahkan setelah pekerja terdaftar pun, BU juga harus komit atau taat untuk selanjutnya membayar premi setiap bulan, jika menunggak maka hak pekerja dan anggota keluarganya untuk berobat dan mendapatkan pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga ke fasilitas kesehatan lanjutan seperti RS, akan terhambat.

Seperti yang dialami Safii Manas (32), seorang karyawan (wartawan) Koran Riau Pekanbaru yang sempat koma karena mengalami gagal ginjal, nyaris keluar dari kepesertaan kolektifnya sebagai peserta JKN-KIS akibat perusahaan media tempat dia bekerja menunggak peremi selama setahun.

"Namun setelah berkali-kali mengetuk hati nurani manajemen perusahaan agar taat membayar premi, kepesertaan bang Safii telah terdaftar aktif kembali menjadi peserta JKN-KIS saat manajemen PT Gelora Melayu Pers, Pekanbaru, melunasi Rp10 juta tunggakan premi BPJS Kesehatan selama setahun itu,"kata Irma (32) istri Safii. Jika tidak menjadi peserta JKN-KIS, ungkap Irma lagi, biaya pengobatan suaminya bisa mencapai ratusan juta rupiah, namun keringanan biaya diperoleh karena ada BPJS Kesehatan.

Irma Yunita yang bekerja sebagai guru TK Kids Center Alfityah, Kota Pekanbaru, mengucap syukur tiada henti karena biaya pengobatan suaminya bisa ditanggung BPJS Kesehatan, dan jika dihitung hampir mencapai Rp150 juta lebih itu.

Untuk cuci darah saja bisa sampai empat kali setiap hari sebesar Rp360 ribu x 4 = Rp1.440.000, belum termasuk obat-obatan, jasa dokter, bayar sewa ruang rawat inap, ruang ICU dilengkapi ventilator dan lainnya.

"Yang penting, berharap sang suami bisa cepat sembuh dapat memeluk Ayid (2) karena masih membutuhkan kasih sayang ayahnya, Safii Manas,"katanya dan menambahkan sesuai diagnosa dr. Hendra dari RS Awal Bross Sudirman, bahwa pasien mengalami penyakit gagal ginjal.

Berdasarkan keterangan Dr. Hendra dari RS Awal Bross Sudirman Pekanbaru, saat pasein masuk IGD RS Awal Bross pada 15 April 2017, pasein koma selama dua hari itu lebih akibat ginjal pasien tidak berfungsi karena paru-parunya digenangi air dan tentunya tidak bisa berfungsi memompa oksigen.

Menurut Irma, karena ruang ICU RS Awal Bross Sudirman penuh maka pasien terpaksa dipindahkan ke RS Prima (pada 15 April 2017, juga) yang saat itu RS Prima belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Biaya perawatan Safii selama lima hari di rawat di RS Prima sudah mencapai Rp61 juta, namun karena pasein pemegang kartu BPJS Kesehatan aktif, maka biaya perawatan yang bisa diklim ke BPJS Kesehatan hanya sekitar 25 persen saja.

"Mau apalagi, semua RS yang memiliki ventilator penuh, ya... terpaksa kita memindahkan perawatannya ke RS Prima, Pekanbaru, "katanya dan mengakui selama perawatan di RS Prima bahwa kondisi Safii setiap hari menunjukkan perobahan, dan secara perlahan mulai bisa mengenali anggota keluarga dan kerabat dekat yang membezuknya. Selanjutnya Irma menuturkan, pembengkakan biaya terus bertambah, akhirnya keluarga memutuskan Safii di pindahkan ke RSUD Arifin Achmad masih di ruang ICU lagi.

Irma mengatakan, selama lima hari di ruang ICU, kondisi suaminya mulai berangsur membaik dan dipindahkan ke ruang rawat inap kelas II sesuai kepesertaan pada kartu BPJS Kesehatan yang dimilikinya.

"Alhamdulillah semua biaya di ruang ICU, perawatan di ruang rawat inap dan pengobatan semuanya, termasuk cuci darah setiap hari bisa mencapai sekali atau dua kali itu ditanggung BPJS Kesehatan,"katanya.

Untung ada BPJS Kesehatan, paling tidak setelah manajemen perusahaan membayar tunggakan premi maka pasien Safii tertolong untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Kepala Unit Keuangan dan Penagihan, Kantor BPJS Kesehatan Cabang Pekanbaru, Erwin Fadillah, mengungkapkan bahwa masih banyak perusahaan media menunggak pembayaran premi BPJS Kesehatan karyawan mereka.

"Kesulitan muncul jika sewaktu-waktu peserta wartawan berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama hingga tingkat rujukan yang membutuhkan penanganan khusus dan biaya besar, namun terkendala karena kartu JKN-KIS mereka tidak aktif lagi,"katanya.

Menurut dia, kepesertaan dari Badan Usaha (BU) seperti perusahaan media itu tidak aktif jika manajemen perusahaan tidak segera melunasi secara kolektif tunggakan premi asuransi kesehatan non polis itu.

Kendati wartawan terkait berupaya untuk mengurus kartu sendiri agar bisa menjadi peserta mandiri, katanya, itupun sulit dilakukan sebab yang bersangkutan tercatat juga sudah harus keluar dari perusahaan media terkait.

"Namun untuk keluar menjadi karyawan perusahaan media terkait, juga harus mendapatkan pernyataan bahwa perusahaan terkait telah bangkrut dan mem-phk secara resmi karyawan mereka setelah mendapatkan rekomendasi Dinas Tenaga Kerja setempat," katanya.

Erwin menekankan bahwa, perusahaan yang tidak patuh dan taat membayar premi akan berdampak pada karyawan mereka, dan tentunya kinerja perusahaan juga akan terganggu.

Sebab, wartawan merupakan aset perusahaan dalam membesarkan perusahaan, tentunya kesehatan mereka juga perlu diperhatikan sehingga menajemen diharapkan jangan lagi menunggak premi yang menjadi tanggungjawab perusahaan itu. Premi BPJS Kesehatan juga berasal dari pemotongan gaji wartawan/karyawan media yang bersangkutan.

"Untuk menggugah manajemen badan usaha agar taat membayar premi, BPJS Kesehataan sudah berulang kali menyurati mereka agar tunggakan kepesertaan karyawan dan wartawan segera dilunasi. Jumlah tunggakan yang mereka bayarpun sudah semakin berkurang terkait adanya kebijakan pemerintah melakukan pemutihan hutang dan bunga tunggakan," katanya.

Pada kesempatan itu ia mengapresiasi niat baik manajemen PT Gelora Melayu Pers, Pekanbaru, pengelola Koran Riau untuk melunasi setahun tunggakan premi BPJS Kesehatan sebesar Rp10 juta atau dengan rincian premi setiap bulan yang harus dibayar hanya sebesar Rp2,5 juta itu.

"Kami berharap perusahaan media lainnya yang hampir mencapai 100 lebih itu juga bisa melakukan kebijakan yang sama sehingga kesejahteraan karyawan wartawan mereka bisa terwujud," katanya.

Ia menekankan bahwa tiga bulan saja badan usaha tidak membayarkan tanggungjawabnya berupa premi karyawan, maka pihak BPJS Kesehatan tidak bisa memberikan pelayanan kesehatan dan pengobatan bagi karyawan badan usaha tersebut mulai dari pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni puskesmas dan non puskesmas hingga tingkat lanjutan ke rumah sakit tipe A.

"Sesuai Peraturan Presiden No.111/2013 ditetapkan bahwa 4,5 persen premi BPJS Kesehatan untuk setiap karyawan, dimana 4 persen menjadi tanggungjawab pemberi kerja dan 0,5 persen dari atau dibayarkan pekerja melalui pemotongan upah/gaji mereka. Sedangkan gaji karyawan yang dipungut 0,5 persen itu minimal harus sesuai UMK," katanya.

Ia menambahkan, bahwa badan usaha yang telat membayarkan tanggungjawabnya tersebut maka pihaknya akan menerapkan sanksi berupa denda dua persen dari total premi.

Sementara itu batas akhir pembayaran dilakukan sebelum tanggal 10 tiap bulan, jika ini dilanggar, maka badan usaha terkait dikenakan denda dua persen dari total premi.

Asril Wakil Pimpinan Koran Riau, mengakui manajemen Koran Riau menunggak setahun pembayaran premi BPJS Kesehatan untuk karyawan mereka. Diakuinya tunggakan terjadi antara lain lebih karena keterbatasan kemampuan keuangan perusahaan dan pindah ke gedung yang baru.

"Untuk mengontrak kantor baru, dibutuhkan anggaran besar akan tetapi segera kami melunasi tunggakan mengingat Safii Manas harus mendapatkan pelayanan kesehatan untuk cuci darah, obat, perawatan dan lainnya,"katanya.

Serikat Perusahaan Pers (SPS) Riau merekap daftar anggota SPS Cabang Riau yang terverifikasi administrasi dan faktual tercatat sebanyak 20 perusahaan pers/surat khabar harian, perusahaan pers terdiri atas surat khabar mingguan, majalah, tabloid, online sebanyak 14, daftar calon anggota SPS Cabang Riau perusahaan pers terdiri atas media cetak, on line, terbit mingguan, bulanan sebanyak 65.

Deputi Direksi Wilayah provinsi Riau, Kepri, Sumbar dan Jambi, Siswandi mengatakan, organisasi Serikat Pekerja bisa mengawasi ketaatan perusahaan dalam membayar premi BPJS Kesehatan.

"Jika seorang karyawan Premi BPJS Kesehatan mereka belum dibayarkan, maka karyawan melalui SPS mereka bisa melaporkan ke forum Pengawasan Tenaga Kerja yang beranggotakan Kejakasaan Tinggi, Dinas Tenagakerja dan Dinas Sosial,"katanya.

Untuk kasus Safii Manas, perlu menjadi contoh bagi BU media dan BU lainnya di daerah itu, kenapa tidak. Sebab diakui Vii (33) karyawan media lokal daerah itu bahwa manajemen perusahaan sering berdalih kemampuan pendanaan terbatas, lantas ditawarkan ke karyawan pada pilihan apakah harus mendahulukan bayar gaji atau bayar premi peserta BPJS Kesehatan secara kolektif itu?

Alih-alih, berkomitmen taat membayar premi, malah kalangan manajemen BU media justru menalangi dana berobat Rp200 ribu-Rp500 ribu untuk sekali berobat. Sementara itu jika pilihan itu dilemparkan pada karyawan media, tentu mereka mengatakan serempak "bayar gaji pak"! Sebab dalam benak para kuli tinta itu saat memasuki bulan baru sudah tentu harus membayar kontrak rumah, uang mengaji anak, bayar tagihan listrik, bayar tagihan air, beli beras untuk sebulan, mengisi keperluan dapur dan lainnya yang sudah rutin itu.

"Namun sangat dilematis ketika kebutuhan rutin rumah tangga sudah terpenuhi, tiba-tiba anggota keluarga mendadak sakit, sedangkan stok anggaran pribadi untuk berobat ke rumah sakit justru menipis, konsekwensinya depresi lansung menyerang apalagi menyangkut orang-orang yang kita sayangi. Yah kalau ada tetangga yang mau meminjamkan biaya berobat, tetapi kalau seratusan juta, siapa yang mau meminjamkan?,"katanya.

Padahal, katanya, BU sudah memotong gaji karyawan setiap bulan mencapai 0,5 persen itu, sehingga BU harus komit melindungi kesehatan karyawan mereka. Jika karyawan stres maka kualitas kerja mereka juga menurun.