Pekerja Pembangunan Jaringan Listrik Riau Diintimidasi Preman Bersenjata Tajam

id pekerja pembangunan, jaringan listrik, riau diintimidasi, preman bersenjata tajam

Pekerja Pembangunan Jaringan Listrik Riau Diintimidasi Preman Bersenjata Tajam

Pekanbaru (Antarariau.com) - PT PLN (Persero) mengungkapkan pembangunan menara jaringan listrik di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, terus diganggu masalah sengketa lahan dan pekerja kerap mendapat intimidasi oleh sekelompok orang maupun preman bayaran yang membawa senjata tajam ke lokasi itu.

Manajer Unit Pelaksana Konstruksi Jaringan Sumatera (UPKJS) II, PT PLN Persero Rachmat Basuki di Pekanbaru, Kamis mengatakan ada dua unit menara (tower) yang tak kunjung bisa dirampungkan pengerjaannya sejak Januari 2017.

Para pekerja pun merasa tidak nyaman akibat intimidasi dan kondisi tidak kondusif yang akhirnya membuat mereka meninggalkan lokasi itu, katanya.

"Kondisi ini terjadi berulang kali. Baru kerja beberapa waktu kemudian diintimidasi karena status lahan sengketa tadi," ungkapnya.

Pembangunan jaringan transmisi 150 kilo volt (KV) di Pekanbaru dikerjakan PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Sumatera Bagian Utara. Sengketa lahan tersebut terutama pada jalur PLTU Tenayan Raya-Perawang tepatnya di Kelurahan Kawasan Industri Tenayan, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

"Selalu saja ada pihak-pihak yang mengklaim tanah tempat dibangunnya tapak tower PLN tersebut," ujarnya.

Menurut Rachmat mulanya lahan tapak menara (tower) tersebut diakui milik Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, yang sejak 2015 diberikan izin kepada PLN untuk mulai membangun "tower" transmisi 150 KV di kawasan Tenayan Raya.

Namun sejak mulai pembangunan, ada saja pihak masyarakat yang mengklaim bahwa tanah tapak menara tersebut milik mereka.

Urusan bertambah runyam karena satu lahan tapak menara bisa diklaim oleh lebih dari satu pihak.

Akhirnya pihak PLN berusaha untuk mengambil jalan tengah agar pembangunan transmisi bisa terus berjalan. Pihaknya mengganti rugi tanaman yang ditumbangkan untuk kepentingan pembangunan tapak menara. Karena pihak pemko mengaku tanaman tersebut bukan miliknya.

Dalam tiga tahun terakhir, ada sekitar 60 batang pokok tanaman yang diganti PLN. Nilai ganti ruginya pun sekitar Rp 750 ribu per pokok sesuai dengan yang ditetapkan pihak "appraisal".

Masalahnya, lanjut Rachmat para pihak yang mengaku pemilik lahan tadi masih menuntut ganti rugi atas tanah mereka karena dibangun menara.

"Tapi, kami tidak bisa memberi ganti rugi karena tanahnya bersengkata. Lagipula tidak ada pihak yang memiliki surat sah yang bisa dijadikan dasar untuk ganti rugi," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada Pemko Pekanbaru agar dapat memperjelas legalitas sejumlah tanah tapak menara tadi.

"Kalau tidak ya begini, ada saja pihak yang menghalangi kami bekerja," ungkapnya.