Iklim Penantian Menuju Kegairahan Sektor Properti

id iklim penantian, menuju kegairahan, sektor properti

Iklim Penantian Menuju Kegairahan Sektor Properti

Jakarta, (Antarariau.com) - Telah menjadi pemahaman umum di pelaku usaha sektor properti bahwa penjualan yang dilakukan pengembang pada tahun 2016 terakhir menunjukkan laju peningkatan yang melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Namun, konsultan properti Colliers International meyakini bahwa sektor properti di Indonesia semakin bergairah pada tahun 2017 karena sejumlah indikasi telah menyiratkan potensi perkembangan ke arah tersebut.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan properti di Jakarta, Selasa (11/7), menyatakan pertanda ke arah itu terlihat dari animo yang meningkat.

Dia mengakui bahwa pada saat ini, salah satu sektor yang paling berat dalam beberapa tahun terakhir adalah sektor perkantoran yang selama 2-3 tahun terakhir adanya pasokan yang sangat banyak.

Hal tersebut juga membuat pihak penyewa perkantoran dinilai memiliki opsi yang lebih banyak sehingga bisa mendapatkan harga yang sesuai keinginan mereka.

Indikasi lainnya adalah kenaikan peringkat investasi yang diperoleh Indonesia dari lembaga pemeringkatan global Standard & Poor's.

Dengan adanya kenaikan tersebut, maka pihaknya optimistis terhadap bakal melesatnya penanaman modal asing, yang gilirannya juga akan berdampak kepada properti.

Sedangkan terkait dengan kondisi global, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong pada 31 Mei 2017 menyoroti semakin banyaknya perkembangan arus modal yang berasal dari sesama negara berkembang dan hal tersebut perlu diberdayakan lebih besar lagi potensinya.

Kepala BKPM juga mengingatkan arahan Presiden Joko Widodo adalah terus mencari prospek investasi baru dari berbagai negara investasi nontradisional seperti Rusia, negara-negara di kawasan Timur Tengah dan juga di benua Afrika.

Ternyata tidak hanya investor yang masuk ke dalam negeri, tetapi investor properti dari Indonesia ternyata juga banyak mengincar pasar properti negara tetangga seperti Australia, setidaknya menurut CEO Crown Group (pengembang yang berbasis di Sydney, Australia), Iwan Sunito.

"Untuk proyek-proyek kami, investor asing asal Tiongkok tetap kuat di posisi pertama, disusul oleh Indonesia di tempat kedua, kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya," kata Iwan Sunito dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu (19/7).

Menurut Iwan Sunito, investasi yang berasal dari Indonesia telah berkontribusi hingga sekitar Rp1,5 triliun yang didapat dari peluncuran beragam proyek Crown Group selama tiga tahun terakhir.

Sementara itu, konsultan properti lainnya Jones Lang LaSalle juga menyatakan pelaku usaha sektor properti pada 2017 masih menunjukkan sikap kehati-hatian karena masih menunggu adanya kebijakan dari pemerintah yang dapat memperlonggar restriksi sehingga dapat meningkatkan kinerja properti.

Menurut Head of Advisory Jones Lang LaSalle Vivin Harsanto beberapa pengembang melakukan reposisi pasar dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi permintaan yang ada saat ini.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah diharapkan memberikan kemudahan berbisnis baik pengusaha lokal maupun asing sehingga dapat menumbuhkan harapan baru bagi pasar properti.

Hal tersebut diindikasikan antara lain dari banyaknya aktivitas eksplorasi pasar properti di Indonesia untuk semua segmen.

Amnesti pajak

Mengenai program amnesti pajak yang merupakan salah satu program andalan pemerintah pada saat ini, hal itu dinilai tidak terlalu berpengaruh pada sektor properti.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto mengatakan program amnesti pajak tidak berdampak signifikan kepada penjualan apartemen antara lain karena dana repatriasi saat ini masih berada di dalam akun bank.

Dengan demikian, lanjutnya, maka dana tersebut juga masih belum ditransformasikan ke hal lain seperti investasi dalam bentuk seperti membeli apartemen.

Selain itu, ujar dia, instrumen finansial yang ditawarkan sejumlah pihak masih lebih menarik seperti obligasi pemerintah yang memiliki tingkat kenaikan kapital sekitar 6,8 persen per tahun, dibanding apartemen yang hanya sekitar 4-5 persen per tahun.

Sebelumnya, sejumlah pejabat pemerintahan seperti Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo telah mengingatkan para pengusaha yang belum melapor harta maupun aset untuk kepentingan perpajakan agar kembali ikut program amnesti pajak yang berakhir pada 31 Maret 2017.

Mardiasmo menjelaskan program amnesti pajak memberikan pengampunan terhadap tunggakan pajak atas harta maupun aset yang belum dilaporkan dalam periode 1985-2015 dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk patuh kepada kewajiban perpajakan.

Untuk itu, ia mengharapkan para wajib pajak khususnya para pengusaha mau memanfaatkan program ini, apabila mempunyai harta maupun aset yang belum dilaporkan sepenuhnya kepada otoritas pajak.

Sebagaimana diketahui, Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.

Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.

Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut merupakan wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak.

Kredit pemilikan

Kajian Colliers juga mengungkapkan bahwa di iklim penantian kegairahan kembali sektor properti seperti saat ini, semakin banyak pembeli properti apartemen yang lebih memilih menggunakan kredit pemilikan rumah dari bank dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Ferry mengungkapkan, sebelumnya pada kuartal IV-2013, pembeli apartemen dengan menggunakan KPR adalah sekitar 16 persen, dan yang membeli dengan metode "hard cash" atau uang kas langsung lunas adalah 21 persen, dan yang membeli dengan "cash installment" atau cicilan kepada pengembang adalah sebesar 63 persen.

Hal berbeda ditemukan ketika survey yang sama dilakukan pada kuartal II-2017, di mana jumlah pembeli apartemen dengan menggunakan KPR melonjak hingga 32 persen, sementara yang menggunakan "hard cash" adalah 18 persen, dan pembeli yang menggunakan "cash installment" adalah 50 persen.

Fenomena itu, ujar dia, adalah karena kebijakan pelonggaran uang muka dari Bank Indonesia yang disebut sebagai "loan-to-value threshold" (LTV), serta kondisi bunga perbankan yang saat ini semakin turun sehingga membuat minat pengguna KPR meningkat.

Untuk itu, Ferry menyarankan agar bila sektor properti dapat lebih berkembang di Indonesia, maka langkah yang sebaiknya dilakukan adalah merendahkan tingkat suku bunga kredit.

"Perlu dijaga kondisi semakin banyaknya orang yang menggunakan fasilitas pembiayaan dari bank supaya marketnya bisa lebih luas lagi pada masa mendatang," paparnya.

Sejumlah banka seperti PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk, juga berencana menggelar pameran perumahan tahunan, "Indonesia Properti Expo (IPEX) 2017" pada 12-20 Agustus 2017 untuk menggenjot pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) agar dapat sesuai target di 21-23 persen (yoy) tahun ini.

Direktur Pelaksana Perbankan Konsumer BTN Handayani di Jakarta, Kamis (20/7), mengatakan pemulihan pertumbuhan ekonomi pada 2017 akan turut mendorong ekspansi penyaluran kredit perumahan karena konsumsi masyarakat meningkat.

Gencarnya pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan pemerintah, menurut Handayani, juga akan turut berimbas pada pertumbuhan pembiayaan sektor properti, mengingat aksesibilitas dan konektivitas transportasi yang akan semakin baik.

Fokusnya pemerintah terhadap infrastruktur dan transportasi juga dinilai menjadi faktor yang penting untuk menumbuhkan kegairahan kembali properti di Tanah Air.