Lipsus: Perkuat Kelembagaan Petani Antisipasi Kasus Pengoplosan Beras

id lipsus perkuat, kelembagaan petani, antisipasi kasus, pengoplosan beras

Lipsus: Perkuat Kelembagaan Petani Antisipasi Kasus Pengoplosan Beras

Pekanbaru (Antarariau.com) - Sepertinya tidak berlaku lagi pada zaman sekarang jika seorang pedagang menerapkan prinsip ekonomi dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapat laba sebesar-besarnya.

Prinsip itu jelas menyesatkan, basi, busuk, dan hanya cocok buat orang zaman batu. Prinsip ekonomi seperti itu bisa bertahan pada saat kondisi dan pengetahuan masyarakat pada waktu itu masih sangat rendah atau bodoh.

Namun di tengah era informasi dan tekhnologi berkembang pesat kini, masyarakat sudah semakin cerdas tentu saja mereka akan menggunakan prinsip teliti sebelum membeli, dan dengan keyakinan bahwa barang berkualitas harganya tentu akan mahal.

"Untuk urusan perut, saya harus berani membuang kocek cukup besar untuk membeli beras yang berkualitas, sebab jika berasnya enak, dimakan pakai sambel terasi tanpa lauk pun akan cukup enak. Biarlah lauknya sederhana saja, tidak perlu mahal-mahal,"kata Zainun (51).

Inun, ibu rumah tangga tinggal di Pekanbaru asal Kota Padang Panjang Sumbar itu, cenderung membeli beras asal kampung halamannya bagi suami dan anak-anaknya karena enak atau tidak enak makan sangat tergantung dengan kualitas beras.

Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Ferry HC Ernaputra, kasus penggerebekan pengoplosan beras pada toko FD di Dusun Jambuan, Desa Plalangan, Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember Jawa Timur merupakan bagian dari tindakan penyelematan petani.

Akan tetapi, ia menilai secara kasat mata pengoplosan sudah sering terjadi namun pedagangnya belum sempat digerebek Satgas Pangan serupa kasus di Jember itu. Dalam berbisnis ini bisa terjadi di beberapa daerah demi mendapatkan keuntungan besar.

"Namun demikian situasi perberasan di Riau, terutama pasar tidak terpengaruh dengan berita yang menghebohkan sebagaimana yang terjadi di Jakarta, Bekasi bahkan di Jember tersebut," kata dia.

Untuk tata niaga perberasan di Riau adalah dari petani - pengumpul gabah - penggilingan padi-pedagang beras, beikutnya dari petani - penggilingan padi - pedagang beras.

Sementara itu program pemerintah untuk meningkatkan produksi bahan pangan saat ini adalah program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE), yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan perluasan areal (cetak sawah baru, optimasi lahan), kedua melalui peningkatan produktivitas, ketiga pengamanan produksi, dan keempat peningkatan mutu manajemen.

Didampingi Kabid Tanaman Pangan Gusriani, ia mengatakan, pasokan dan harga beras di Riau masih normal seperti biasa. Masyarakat masih membeli beras sesuai dengan selera dan kemampuannya.

Akan tetapi soal kasus pengoplosan beras terjadi katanya, lebih akibat pedagang membeli beras Raskin dari penerima manfaat dan mencampurkannya dengan beras dibeli dari petani itu. Bisa jadi karena tergiur untung besar petani menjualnya dengan harga tinggi.

"Ini tidak akan terjadi jika petani terus mendapatkan pendampingan dari pemerintah mulai dari panen, hingga pasca-panen , diperkuat kelembagannya (seperti koperasi, red) sebagai wadah penyerap gabah petani, sehingga petani bisa meningkatkan kesejahteraannya," katanya. Selanjutnya pembelian beras petani juga bisa dikorodinasikan dengan bulog.

Selain itu juga perlu ditanamkan kekompakan pada anggota koperasi agar petani tidak menjual secara diam-diam kepada pedagang pengumpul hanya untuk meraup untung besar.

Ia menekankan, bahwa Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau secara kontiniu melakukan pengawasan terhadap pemasaran hasil dan harga yang diterima petani, melalui petugas informasi pasar yang dipantau setiap hari, bila harga yang diterima petani tinggi, tidak ada masalah.

"Namun bila harga yang diterima petani rendah maka Distan memantau dan melaporkan ke Kementan, dan berkoordinasi dengan Bulog agar membeli produk petani,"katanya.

Hal ini telah diatur melalui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dilaksanakan oleh Bulog. Harga beras di tingkat Grosir merk Anak Daro Rp12.500,-/kg, Pandan Wangi Rp13.500,-/kg dan AA Rp. 9.500,-/kg dan di tingkat pengecer Anak Daro Rp13.000,-/kg, Pandan Wangi Rp14.000,-/kg dan AA Rp10.000,-/kg.

Sedangkan produksi padi (Gabah Kering Giling =GKG) di Provinsi Riau pada tahun 2016 tercatat sebesar 373.536 ton atau sebesar 256.193,5 ton beras bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan ketersediaan beras, maka provinsi Riau masih kekurangan beras berkisar 68,38 persen.

Berdasarkan perkiraan/prognosa produksi padi (GKG) pada tahun 2017 tercatat sebesar 408.341,5 ton atau 256.193,5 ton beras dan diperkiraan kekurangan beras sebesar 66,34 persen. Produksi padi periode Januari-April 2017 tercatat sebesar 176.672,7 ton GKG (110.844 ton beras).

Ketersediaan pangan di Provinsi Riau dari sisi jumlah cukup tersedia, berasal dari produksi sendiri dan dari daerah lain, namun bila dilihat dari hasil produksi sendiri, Riau belum swasembada.

"Sampai saat ini, Riau belum mampu mencukupi kebutuhan sendiri. Untuk mencapai kebutuhan swasembada pangan, perlu dukungan dari berbagai sektor dan sub sektor, terutama berkaitan dengan prasarana dan sarana (lahan, air, jalan), jaminan pasar, serta kebijakan," katanya.

Ia menambahkan daya beli beras di Riau cukup bagus kendati masih mendatangkan beras dari sentra produksi beras Jambi, Sumbar dan Sumut. Untuk Riau sendiri sentra produksi beras berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Inderagiri Hilir, Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Pelalwan, Siak .

Tahun ini di Kabupaten Meranti sudah dilakukan cetak sawah baru seluas 730 hektare menekan ketergantungan beras asal provinsi lain.