Lomba Anyam Atap Rumbia, Cara Warga Meranti Peringati HUT RI

id lomba anyam atap rumbia cara warga meranti peringati hut ri

Lomba Anyam Atap Rumbia, Cara Warga Meranti Peringati HUT RI

Selatpanjang (Antarariau.com) - Warga Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, menggelar lomba unik yakni adu menganyam atap rumbia, untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-72 dan untuk mempertahankan tradisi nenek moyang mereka.

"Selain untuk peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, motivasi kami menggelar lomba ini adalah untuk menghidupan lagi tradisi menganyam atap rumbia sebagai permainan tradisional, karena kegiatan ini sudah mulai terlupakan," kata Ketua Panitia Lomba Menganyam Atap Rumbia, Marwan, kepada Antara di Selatpanjang, Selasa.

Lomba tersebut digelar dipelataran Kantor Camat Tebing Tinggi Barat, di mana belasan peserta yang mayoritas kaum ibu beradu kecepatan dan ketangkasan menganyam daun rumbia menjadi atap. Pemandangannya sangat unik karena tiap peserta menggunakan kain tradisional sebagai tutup kepala, dan ada yang mengenakan bedak dingin diwajah untuk menghindari panasnya terik matahari.

Marwan mengatakan lomba tersebut mengundang perwakilan dari 14 desa yang ada di kecamatan itu, namun hanya delapan desa yang berpartisipasi. Tiap desa mengirimkan dua peserta. "Karena ada desa yang jaraknya jauh, maka tidak mengirimkan peserta," katanya.

Perwakilan desa yang hadir berasal dari Desa Darul Taazim, Tanjung, Maini, Tenan, Alai, Alai Selatan, Pundur dan Tanjung Peranap.

Aturan lomba adalah tiap peserta membawa sendiri bahan baku atap rumbia dan peralatan. Mereka diberi waktu 35 menit untuk membuat atap.

"Yang dinilai ada dua kategori, yakni kerapian dan jumlah atap," ujarnya.

Sebanyak tiga orang pemenang akan mendapatkan piala dan uang pembinaan dari kecamatan.

Seorang peserta, Anim dari Desa Alai, mengatakan dirinya bersemangat untuk meramaikan lomba itu karena ingin mempertahankan tradisi menganyam atap rumbia. "Saya belum tahu hadiahnya apa, yang penting ikut saja," katanya.

Ia mengatakan tradisi membuat atap rumbia mulai ditinggalkan masyarakat karena sudah mudah mendapatkan atap seng dan genteng. "Dahulu saya belajar menganyam dari mamak (ibu) dan waktu lajang membuat atap untuk dijual," kata perempuan berusia 36 tahun ini.

Pewarta :
Editor: Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2017