Pekanbaru (Antarariau.com) - Pengamat Hukum Internasional UNRI Dr Evi Deliana HZ LLM meminta Pemerintah RI untuk mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menegur Myanmar atas kasus kekerasan pada etnis Rohingya.
"Walaupun RI bukan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, desakan demikian tersebut perlu terus disuarakan, sebagai bentuk kepedulian kemanusian agar tragedi kemanusiaan etnis Rohingya di Myanmar bisa diatasi," kata Evi Deliana di Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, selain memberikan teguran lebih tegas pada Myanmar, PBB juga perlu memberikan perhatian yang lebih serius lagi agar etnis Rohingya mendapatkan keadilan.
Keadilan dibutuhkan warga Muslim Rohingnya, agar kesengsaraan yang belasan tahunan mereka derita itu segera berakhir, bahkan Indonesia juga perlu menggalang suara dari negara-negara ASEAN.
"Pemerintah RI juga perlu menggalang kekuatan untuk mencari solusi bersama, hanya untuk menyangkut urusan kemanusian itu. Memang dalam Piagam ASEAN memuat aturan disepakati bahwa antar negara ASEAN tidak boleh saling intervensi dengan urusan dalam negeri masing-masing negara di ASEAN yang dinilai sangat sensitif," katanya.
Namun demikian untuk contoh kasus etnis Rohingya, katanya lagi, akan memberikan pengaruh terhadap stabilitas negara yang bersangkutan terkait banyaknya pendatang ilegal karena tidak memiliki surat-surat ijin masuk ke suatu negara.
Ia menekankan Pemerintah RI memang harus terus menerus mengingatkan pemerintah Myanmar dalam konteks persahabatan ASEAN tentunya.
Disamping itu, Pemerintah Indonesia katanya, juga perlu memberikan perhatian atau memberi akses pada pengungsi Rohingya misalnya menyediakan Pulau Galang bagi penampungan sementara untuk pengungsi Rohingya. Dan bersama UNHCR PBB, katanya, etnis Rohinggya bisa diberiakan status pengungsi.
Ia memandang bahwa tragedi etnis Rohingya dipicu dengan berbagai persoalan yang kompleks, agama, politik dan ekonomi terkait SDA di Myanmar yang sangat potensial direncanakan untuk dikembangkan bersama dengan Cina.
Terkait tuduhan masyarakat internasional atas telah terjadinya kasus pembunuhan massal (genocide), Evi menyebutkan belum ditemukan berdasarkan Pendapat Dubes Myanmar untuk Indonesia, menyatakan bahwa belum ditemukan bukti adanya pembunuhan itu namun demikian pengusiran masih tetap terjadi.
"Sudah tepat jika PBB menurunkan tim untuk melakukan penelitian atas kasus genocide itu, diharapkan persoalan di Myanmar bisa diselesaikan dengan baik ,"katanya.
Berita Lainnya
Pengamat: UU Ciptaker beri kepastian hukum sektor ekonomi dan pekerja di Indonesia
25 March 2023 13:20 WIB
Penegak hukum diharapkan ungkap pelaku lain dugaan kasus korupsi CPO akibatkan langkanya minyak goreng
24 April 2022 15:33 WIB
Pengamat harap Kejagung usut kasus mafia minyak secara profesional dan tidak tebang pilih
22 April 2022 15:38 WIB
Pengamat sebut tak perlu lagi ada protes wacana penundaan pemilu 2024
14 April 2022 9:38 WIB
Polemik lahan di Desa Gondai, Pengamat: bisa diselesaikan secara perdata
28 March 2021 19:49 WIB
Pengamat : Buronnya Djoko Tjandra bukti lemahnya integritas oknum penegak hukum
18 July 2020 6:05 WIB
Pengamat: Penegak hukum harus tindak pengguna jasa prostitusi
14 February 2020 13:55 WIB
Warung tutup tapi masih mendapat tagihan dari Grabfood
04 August 2019 11:32 WIB