Melesatkan Rumput Laut Nusantara ke Tingkat Global

id melesatkan rumput, laut nusantara, ke tingkat global

Melesatkan Rumput Laut Nusantara ke Tingkat Global

Jakarta, (Antarariau.com) - Jurnalis TIME dan mantan Dubes AS untuk Austria, Henry Grunwald, pernah menuliskan, "A beach is not only a sweep of sand, but shells of sea creatures, the sea glass, the seaweed, the incongruous objects washed up by the ocean".

(Pantai bukan hanya menyapu pasir, tetapi juga cangkang hewan laut, karang laut warna-warni, rumput laut, seluruh benda ajaib yang tersapu oleh samudera).

Rumput laut merupakan salah satu keindahan dari laut, yang ternyata juga menjadi salah satu komoditas andalan sektor kelautan dan perikanan Republik Indonesia.

Hal tersebut karena rumput laut di berbagai daerah di Tanah Air, didukung oleh potensi pengembangan lahan budidaya rumput laut yang masih terbuka lebar, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur.

Indonesia bagian timur merupakan tempat yang ideal untuk budidaya rumput laut serta pengembangan sentra komoditas tersebut antara lain karena memiliki curah hujan yang tidak terlalu tinggi.

Sejumlah daerah yang berpotensi adalah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan wilayah Kalimantan seperti di Nunukan dan Tarakan.

Tidak heran pula bila sejumlah kebijakan KKP(Kementerian Kelautan dan Perikanan) berfokus di antaranya dalam memberikan stimulus yang diharapkan dapat mendukung pengembangan rumput laut.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, sejumlah kebijakan dan stimulus itu, seperti penggunaan bibit rumput laut hasil kultur karingan, termasuk penerapan konsep ekonomi biru.

Dengan demikian, diharapkan target produksi komoditas yang telah ditetapkan tersebut juga dapat tercapai dan ekspor juga meningkat. Apalagi, rumput laut juga merupakan salah satu komoditas utama dalam subsektor perikanan budidaya nasional.

Berdasarkan data KKP, produksi rumput laut Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan kenaikan rata-rata sebesar 22,25 persen per tahun, sedangkan nilai produksi rata-rata naik 11,80 persen per tahun.

Pada tahun 2013, produksi rumput laut sebanyak 9,31 juta ton senilai Rp11,59 triliun. Pada tahun berikutnya, 2014, naik menjadi 10,07 juta ton senilai Rp21,71 triliun.

Kemudian pada tahun 2015, mencapai 11,27 juta ton dengan nilai Rp13,20 triliun; dan selanjutnya pada tahun 2016, produksi naik menjadi sekitar 11,69 juta ton.

Ekspor rumput laut Indonesia pun sudah berhasil menyasar berbagai negara. Negara-negara utama pengimpor rumput laut asal Indonesia, antara lain, China, Jepang, Amerika Serikat, Denmark, Jerman, Filipina, dan Vietnam.

Selain itu, berdasarkan jumlah volume dan nilai ekspor, rumput laut juga ternyata ditemukan masih menduduki urutan kedua komoditas hasil perikanan budi daya setelah udang.

Slamet menjelaskan bahwa KKP terus mendorong pembudi daya menggunakan bibit rumput laut yang berkualitas, seperti hasil kultur jaringan sehingga kegiatan usaha budi daya rumput laut di berbagai daerah makin baik dengan begitu target 13,39 juta ton pada tahun ini dapat terwujud.

Sebagai wujud pelaksanaan Nawacita terutama pada prioritas pembangunan bidang ekonomi, kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Sosial Budidaya Eko Djalmo Asmadi, KKP bersama-sama dengan sektor terkait sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Industri Rumput Laut.

Harga meningkat

Stimulus itu juga dinilai selaras dengan peningkatan harga rumput laut yang ditengarai sedang meningkat akhir-akhir ini, seperti diberitakan Antara pada akhir Agustus lalu bahwa harga rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara mencapai Rp13.000 per kilogram dan diperkirakan mampu menembus harga Rp15.000 per kilogram.

Seorang pembudidaya rumput laut di daerah itu, Kamaruddin, mengungkapkan, pada awal bulan suci Ramadhan 1438 Hijriyah, harga rumput laut di daerah itu baru berkisar Rp6.400 per kilogram. Namun terus mengalami kenaikan harga secara bertahap hingga saat ini Rp13.000 per kilogram.

Kamaruddin menjelaskan, kenaikan bermula akhir bulan suci Ramadhan 1438 Hijriyah dari Rp6.400 per kilogram menjadi Rp7.500 per kilogram. Selanjutnya naik lagi menjadi Rp10.000 per kilogram hingga bertahan pada kisaran Rp12.000 per kilogram.

Namun, harga jual yang tinggi tersebut juga kerap dalam tahap pemrosesannya juga kerap dilanda sejumlah hambatan, seperti di Sulawesi Tenggara, diwartakan adanya pembangunan pabrik yang didanai KKP pada tahun anggaran 2016 yang hingga kini belum berproduksi karena terkendala aliran listrik yang belum memadai.

Kadis Kelautan dan Perikanan Bombana, Sarif yang dihubungi di Kabupaten Bombana, Sultra, Selasa (29/8) membenarkan, belum diresmikannya pabrik rumput yang didanai melalui dana dekonsentrai senilai Rp16 miliar lebih itu terkendala belum adanya daya listrik untuk menggerakan mesin tersebut.

Menurut Sarif, pembangunan pabrik rumput laut pertama di Kabupaten Bombana itu sebagai wujud keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam memeratakan pembangunan di sektor hasil perikanan laut yang tentunya berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.

Rumput laut sebagai komoditas ekspor andalan juga diarakan sejumlah daerah seperti Sulawesi Selatan, di mana Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Sulsel Sulkaf S Latief mengatakan dari seluruh ekspor kontainer Sulawesi Selatan sejauh ini didominasi rumput laut hingga mencapai 70 persen.

Kadis Kelautan dan Perikanan Sulsel, Sulkaf S Latief di Makassar, Senin (11/9), mengatakan dominasi rumput laut dalam ekspor kontainer Sulsel itu seiring membaiknya harga dan nilai jual rumput lain di pasar internasional.

Sulkar menjelaskan, kenaikan ekspor kontainer itu memang dipicu oleh produk kelautan. Soal apakah masalah kurangnya ekspor ikan dipengaruhi kondisi penangkapan ikan Sulsel yang berkurang, dirinya mengaku hal itu dikarenakan rumput laut memang tengah menjadi primadona.

Produk domestik

Tidak hanya ke luar negeri, sejumlah pihak juga berhasil mengolah komoditas rumput laut untuk menjadi sebuah produk yang dipasarkan secara domestik.

Misalnya di Sulsel, ada produk Markisa Aurora yang diproduksi oleh industri rumah tangga CV Nuh Aurora menggabungkan buah Markisa dan Rumput Laut sebagai pembeda dari produk sirup buah Markisa lain.

Pemilik CV Nuh Aurora, Ramlah Rauf, di sela pameran Sulsel Expo di Makassar, Minggu (27/8) mengatakan, sirup markisa ada banyak di pasar Makassar sehingga pihaknya berinovasi dengan mencampurnya bersama ekstrak rumput laut.

Apalagi, menurut dia, rumput laut diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan pencernaan maupun kesehatan kulit.

Potensi yang tinggi itu juga disadari provinsi lainnya di pulau Sulawesi, yaitu Gorontalo. Di sana ditemukan bahwa potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, bisa menembus angka Rp1 triliun per tahun.

Hal itu diungkapkan Wakil Bupati Roni Imran, Kamis (31/8) di Gorontalo pada pertemuannya dengan masyarakat pembudidaya rumput laut dan nelayan tangkap di Kecamatan Ponelo Kepulauan.

Roni juga menyatakan, pemerintah daerah akan mendorong masyarakat untuk mengembangkan budidaya rumput laut sebab potensinya sangat besar.

Hal yang sama juga terjadi di Nusa Tenggara Timur, di mana dinas kelautan dan perikanan provinsi di sana mencatat produksi rumput laut di provinsi itu selama 2017 ini telah mencapai 630.000 ton yang terdiri atas 560.000 ton rumput laut basah dan 70.000 ton kering.

Sedangkan dari segi nilai, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT juga mencatat bahwa nilai produksi rumput laut pada periode itu lebih dari Rp560 miliar.

Sementara itu, Kepala DKP Kabupaten Sumba Timur, NTT, Maxon M Pekuwali mengatakan, peningkatan itu juga selaras dengan adanya keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menetapkan Kabupaten Sumba Timur sebagai pusat pengembangan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Nusa Tenggara Timur,

Dengan demikian, lajutnya, produksi pabrik milik pemerintah Kabupaten Sumba Timur ini terus meningkat setelah ada dukungan pemerintah pusat.

Selain itu, Kepala DKP Provinsi NTT Ganef Wurgiyanto, Rabu (13/9) menyatakan, pihaknya juga telah merampungkan desain pengembangan rumput laut di provinsi itu sesuai klaster-klaster untuk selanjutnya dikerjasamakan dengan para investor.

Menurut Ganef, "grand design" tersebut penting untuk pembagian klaster-klaster pengembangan rumput laut dari hulu hingga hilir atau dari tahapan produksi hingga ekspor.

Sementara itu, Koordinator Asosiasi Pembudidaya Rumput Laut Indonesia (ARLI) Sunardi Harjo memandang penting zonasi adanya ketentuan terkait dengan kawasan yang cocok untuk budi daya rumput laut.

Sunardi Harjo juga menginginkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga dapat mendorong pembenahan yang bisa meningkatkan produksi serta memperbaiki, baik pengolahan maupun tata niaganya.

Sedangkan Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto juga meyakini bahwa dengan dukungan unit pengolahan yang dekat dengan usaha budidaya rumput laut akan mempermudah pemasaran serta menurunkan biaya transportasi.

Dengan demikian, rumput laut yang diproduksi di berbagai daerah nusantara juga akan melesat dan mampu bersaing di pasar global atau tingkat internasional.