Kewaspadaan Riau Terhadap Ancaman Kekeringan

id kewaspadaan riau, terhadap ancaman kekeringan

Kewaspadaan Riau Terhadap Ancaman Kekeringan

Pekanbaru (Antarariau.com) - Peribahasa "sedia payung sebelum hujan" telah mewanti-wanti kita untuk berjaga-jaga sebelum datang suatu bencana atau bahaya, seperti ancaman dari kekeringan.

Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung sampai musim hujan tiba. Tentu saja, dampaknya sangat luas dan bersifat lintas sektor, mulai dari ekonomi, sosial, kesehatan, hingga pendidikan.

Kekeringan adalah sebuah fenomena alam yang tidak dapat dielakkan. Tidak satu pun daerah di Indonesia yang luput dari bencana alam serupa. Kendati demikian, kita tidak boleh menyerah begitu saja.

Alhamdulillah, pada tahun 2017 Riau tidak dilanda kekeringan. Berbeda dengan keadaan pada tahun 2015. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau, lahan tanaman pangan yang mengalami kekeringan pada waktu itu mencapai 1.691 hektare.

Lahan yang terkena kekeringan itu terdapat di empat kabupaten, yakni Kampar, Rokan Hulu, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu karena daerah aliran sungainya kering. DAS Rokan merupakan salah satu bagian dari wilayah Sungai Rokan yang luasnya mencapai 19,150 km2 itu.

DAS Rokan mempunyai peranan penting bagi masyarakat Kabupaten Rokan Hulu karena air pada DAS tersebut sebagai sumber ketersediaan air bersih dan pertanian. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, saat itu, empat kabupaten telah melaporkan status lahan kekeringan.

Kabupaten yang melaporkan status kekeringan adalah Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu.

Syukurnya, pada waktu itu Pemerintah Provinsi Riau terus berupaya agar tidak terjadi gagal panen. Namun, jika terjadi gagal panen, Riau tidak akan mengalami krisis pangan karena ada beberapa wilayah yang sudah panen sebelum musim kemarau.

Selain itu, lahan yang dilanda kekeringan di Kampar mencapai 660 hektare, sebanyak 541,8 hektare di antaranya merupakan persawahan padi. Adapun lahan di Kuantan Singingi yang dilanda kekeringan mencapai 495 hektare dengan 397.5 hektare di antaranya merupakan lahan sawah padi.

Di samping itu, lahan yang mengalami kekeringan di Rokan Hulu mencapai 263 hektare dominan ditanami jagung, sementara lahan padi yang dilanda kekeringan hanya 6 hektare dan Indragiri Hulu mengalami kekeringan seluas 273 hektare.

Pemerintah Provinsi Riau memberikan bantuan 64 unit pompa air untuk mengatasi kekeringan lahan tanaman pangan karena musim kemarau.

Kekeringan akibat Karlahut

Pemprov Riau mengintensifkan patroli darat untuk memantau wilayah maupun kawasan-kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) maupun ancaman kekeringat pada musim kemarau saat ini.

"Meski saat ini tidak ditemukan ada titik api, kami tetap mengantisipasi dengan intensif melakukan patroli. Kami juga memantau jika ada daerah yang rawan mengalami kekeringan. Akan tetapi, sejauh ini belum ada," kata Kepala Bidang Perubahan Iklim dan Karhutla, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Riau Ervin.

Menurut Ervin, dari sekian wilayah kota/kabupaten di Provinsi Riau, tiga kabupaten dengan tingkat titik api yang cukup tinggi, yakni Kabupaten Meranti, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), dan Pelalawan. Dengan tingginya titik panas di wilayah ini, dapat memicu terjadinya kekeringan sehingga karhutla mudah terjadi.

Oleh karena itu, pihaknya menggiatkan pemantauan di Kabupaten Meranti, Rohil, dan Pelalawan agar jangan sampai mengalami kekeringan karena tingginya "hotspot" di wilayah tersebut. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, karhutla di Riau sepanjang Januari hingga September 2017 tercatat seluas 1.033 hektare.

Luas lahan dan hutan yang terbakar di Kabupaten Meranti mencapai 300 hingga 400 hektare, Rohil 200 hektare, dan Pelalawan 100 sampai 200 hektare.

Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau Jim Gafur mengatakan bahwa sejauh ini belum ada wilayah di Riau mengalami kekeringan meski saat ini musim kemarau.

Belum ada data dan laporan ada daerah mengalami kekeringan. Meski kemarau, daerah itu masih terbantu oleh hujan yang beberapa kali turun pada bulan Agustus dan awal September 2017.

Meski wilayah Riau 60 persen merupakan lahan gambut, lahan-lahan di daerah umumnya merupakan areal perkebunan sawit dan karet. Lahan-lahan perkebunan tersebut produktif yang dikelola oleh perusahaan dan petani.

Kemarau pada tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2015, misalnya, kemarau sangat terasa karena El Nino dan La Nina. Pada tahun berikutnya, 2016, boleh disebut sebagai kemarau basah. Artinya, kemarau tetap ada tetapi hujan masih turun.

Pada tahun 2017, kata Gafur lagi, kondisi cuacanya normal. Berdasarkan prakiraan BMKG, kemarau tetap ada tetapi juga disertai dengan hujan dengan intensitas sedang dan tinggi. Kemarau tetap ada tetapi sejauh ini wilayah-wilayah tidak mengalami kekeringan. Pihaknya juga terus melakukan patroli untuk memantau situasi di wilayah.

Antisipasi

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Riau Ferry H.C. Ernaputra melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan Ir. Gusriani mengatakan bahwa air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di bumi ini, khususnya tanaman pangan.

Selama periode pertumbuhannya, tanaman pangan memerlukan air agar dapat bertahan hidup dan berproduksi. Pemberian air yang mencukupi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Demikian pula, dengan usaha meningkatkan produktivitas, tanpa air yang cukup, produktivitas tidak akan maksimal.

Salah satu upaya untuk menjamin ketersediaan air pada saat dibutuhkan oleh tanaman maka diperlukan pengaturan yang terintegrasi melalui irigasi dan jaringannya. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan irigasi untuk kegiatan pertanian merupakan hal mutlak karena ketiadaan atau kerusakan irigasi merupakan "lonceng kematian" bagi swasembada pangan atau kedaulatan pangan yang sedang kita upayakan.

Dalam rangka upaya khusus peningkatan produksi padi, salah satu program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Riau (Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau), yaitu pengembangan jaringan irigasi.

Pengelolaan air irigasi dari hulu sampai dengan hilir memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa bendungan, saluran primer dan sekunder, boks pembagi, bangunan-bangunan ukur, saluran tersier, dan jaringan tingkat usaha tani (JITUT).

Sementara itu, perubahan iklim global saat ini menyebabkan terjadinya musim kemarau panjang di berbagai daerah. Kondisi ini memberikan berbagai dampak. Beberapa dampak yang ditimbulkan kemarau panjang ini, antara lain, kebakaran lahan pertanian, ketersediaan air menipis, musim tanam berubah, tanaman mati (puso), dan produktivitas.

Dampak kekeringan pada produktivitas padi, jagung, dan kedelai di Provinsi Riau secara umum tidak terlalu berpengaruh, justru produktivitas padi di daerah itu setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Namun, pada lokasi tertentu memang pada saat terjadi kekeringan dapat mengakibatkan produktivitas menurun atau ada yang gagal panen.

Ia menjelaskan sejumlah perkembangan produktivitas tanaman pangan dalam 5 tahun terakhir, yakni pada tahun 2012 produktivitas tanaman padi mencapai 35,56 kuintal/hektare, jagung 23,66 kuintal/hektare, kedelai 11,35 kuintal/hektare.

Pada tahun 2013, tanaman padi sebanyak 36,63 kuintal/hektare, jagung 23,88 kuintal/hektare, dan kedelai 11,34 kuintal/hektare.

Selanjutnya, pada tahun 2014, tanaman padi 36,35 kuintal/hektare, jagung 23,76 kuintal/hektare, dan kedelai 11,34 kuintal/hektare.

Berikutnya, produktivitas pada tahun 2015, tanaman padi 36,63 kuintal/hektare, jagung 23,85 kuintal/hektare, dan kedelai 11,15 kuintal/hektare.

Pada tahun 2016, tanaman padi mencapai 37,57 kuintal/hektare, jagung 24,88 kuintal/hektare, dan kedelai 12,02 kuintal/hektare.

Menurut Gusriani, dalam mengantisipasi dampak kemarau panjang dan upaya mengatasi kekeringan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau telah melakukan pelbahai upaya, antara lain, melakukan mitigasi iklim, memetakan wilayah berpotensi kekeringan dan potensi sumber air irigasi, memperbaiki bangunan dan jaringan irigasi yang rusak.

Selain itu, memanfaatkan sumber daya air lain, seperti sungai dan danau, memberikan bantuan alat dan mesin pertanian, seperti hand tractor dan pompa air. Hand tractor diberikan agar petani dapat melakukan percepatan tanam dan pelaksanaannya secara serentak.

Adapun pemberian pompa air guna menaikkan air dari sungai, danau, atau sumur, kemudian mengalirkannya ke lahan petani.

Dalam mengantisipasi dampak kekeringan, pihaknya juga menertibkan pola tanam dan mengatur jadwal tanam, menganjurkan petani menggunakan varietas unggul yang toleran terhadap kekeringan, menggerakkan dan mengaktifkan P3A dan GP3A.

Alhamdulillah, Riau masih mampu menghadapi ancaman kekeringan pada musim kemarau tahun ini.