Menanti Geliat Indonesia Memanfaatkan Energi Terbarukan

id menanti geliat, indonesia memanfaatkan, energi terbarukan

Pekanbaru (Antarariau.com) - Berbicara mengenai energi baru terbarukan (EBT) beberapa negara-negara maju sudah terlebih dahulu memulai pergerakannya dan perlahan-lahan meninggalkan energi fosil yang sudah jelas tidak dapat diperbarui, dan lama-kelamaan akan habis. Bahkan bisa dikatakan, diantara mereka saling berlomba mengembangkannya energi terbarukan karena lebih ramah terhadap lingkungan.

Geliat negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika, bahkan Jepang dan Cina sedang semangat -semangatnya mengembangkan energi terbarukan, terutama untuk listrik. Bagaimana tidak, mereka berhasil karena didukung oleh teknologi yang super canggih, sehingga ongkos investasi dan tarif listrik energi terbarukan bakal lebih murah.

Bahkan, negara sekelas Arab Saudi dan Irak yang notabene-nya merupakan negara penghasil minyak terbesar di dunia mulai gencar mengembangkan energi terbarukan. Mereka saat ini sedang mempersiapkan diri untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga Surya (PLTS) dan juga Angin guna mengurangi konsumsi minyak.

Mereka (negara-negara maju dan sebagian berkembang) mulai menyadari energi fosil atau konvensional karena dinilai "kotor".

Bagaimana progres Indonesia?

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang disebut-sebut menyimpan energi terbarukan paling banyak? Pada dasarnya potensi energi terbarukan di Indonesia sendiri cukuplah besar, apalagi Indonesia memiliki 40 persen potensi panas bumi di dunia karena berada pada jalur gunung api. Akan tetapi negara ini masih bergantung kepada energi fosil, dan baru seberapa persen energi terbarukan di utilisasi menjadi listrik.

Indonesia sendiri menetapkan target kapasitas penyediaan energi terbarukan pada 2025 mendatang sebesar 23 persen dengan kapasitas sebesar 400 MTOE, dan 1.012 MTOE pada tahun 2050 atau 31 persen. Meskipun realisasinya hingga tahun ini masih berkisar pada angka 11persen. Disaat PBB menargetkan 2030 dunia sudah harus berganti pada energi terbarukan, tetapi Indonesia pada 2025 masih menggantungkan sumber energinya pada energi konvensional sebesar 87 persen.

Indonesia bukan tidak memulainya sama sekali, hanya saja sedikit terlambat dan berjalan dengan lamban perkembangannya. Bukan karena tidak adanya niat, tetapi tantangan dalam urusan teknologi dan mahalnya biaya dalam riset pengembangan tidak bisa juga dikesampingan.

Meskipun karakter energi panas bumi yang dianggap lebih bersih, ramah lingkungan, bebas dari resiko kenaikan harga fosil. Namun dalam pengelolaannya buka berarti tidak ada masalah. Salah satunya "ribetnya" urusan perizinan, dan memakan waktu yang sangat panjang, apalagi disaat kawasan tersebut berada dalam kawasan hutan konservasi. Belum lagi masalah kebijakan harga yang masih tinggi dan biaya produksi untuk menghasilkan energi terbarukan.

Peran energi terbarukan bukan lagi sebuah pilihan antara iya dan tidak, melainkan sebuah keharusan. Sebab energi fosil tidak akan bisa lagi berproduksi jika pasokannya tidak lagi tersedia.

"Energi terbarukan adalah keharusan bukan lagi pilihan apakah kita memilih fosil atau ebergi terbarukan," kata Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI.

Dia juga menekankan sifat energi fosil bukan termasuk pada energi yang habis, melainkan tidak bisa diproduksi lagi. Pada perumpamaannya, jika cadangan minyak di Indonesia sebanyak 3,6 miliar barel dengan tingkat produksi 800 ribu per hari dan konstan, dalam waktu 12 tahun lagi akan habis dan tidak bisa diproduksi lagi.

Sudah saatnya Indonesia "menggeliat" dan menjadikan pengembangan energi terbarukan sebagai fokus utama, bukan sebatas cadangan kalau energi fosil tidak mampu lagi berproduksi beberapa tahun kedepan. Sehingga terlihat sangat tergesa-gesa dalam kepanikan berburu mengembangkan energi terbarukan. Sebab negara ini kaya dengan sumber energi terbarukan seperti air, matahari, panas bumi.

Progres dan pertumbuhan tingkat bauran energi terbarukan dinilai masih lambat setiap tahunnya, bahkan waktu yang tersisa untuk mencapai target Indonesia dalam realisasi penggunaaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 hanya tersisa delapan tahun lagi. Bisakah Indonesia mencapai target seperti yang diputuskan pemerintah dalam PP nomor 5 tahun 2016 tersebut?