Permintaan Gading Penyebab Punahnya Gajah Sumatera

id permintaan gading, penyebab punahnya, gajah sumatera

Dumai, 23/5 (ANTARA) - Pengamat Lingkungan Hidup dari Universitas Riau Ariful Amri mengatakan, faktor utama penyebab punahnya gajah sumatra karena permintaan gading yang cukup tinggi di pasar Asia.

Dalam sepuluh tahun terakhir, diinformasikan harga gading gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus-Red) terus merangkak naik dari sekitar 120 dolar AS (lebih dari Rp1,1 Juta) per kilogram menjadi 1.700 dolar AS (lebih dari Rp18 juta) per kilogramnya, kata Amri di Dumai, Minggu.

Amri mengingatkan, bila perdagangan tersebut tidak dihentikan, populasi gajah bisa merosot drastis dan menyebabkan spesies gajah sumatra punah dalam waktu yang relatif singkat.

"Kalau kita tidak segera melakukan kontrol terhadap perdagangan ilegal, gajah akan segera musnah dari sebagian besar wilayah sumatra termasuk Riau dan membuat upaya penyelamatan akan semakin sulit," kata Amri.

Dampak musnahnya spesies langkah tersebut membuat kondisi ekosistem perlindungan hewan semakin darurat. Amri memperkirakan jumlah perdagangan ilegal atas gading-gading gajah sumatera saat ini sudah mencapai kerugian negara yang tidak terhitung.

"Meski pada saat ini perlindungan gajah sumatra sudah sangat ketat dan benar-benar di jalankan, tapi itu semua seakan sudah terlambat karena gajah sumatra hanya tinggal ratusan ekor di Riau. Selain itu, untuk pembiakan gajah juga tidak segampang yang kita fikirkan, butuh proses dan waktu yang relatif lama," tuturnya.

Dikatakan Amri, negara di Asia dengan permintaan gading sangat tinggi adalah China dan Taiwan. Para pebisnis di dua negara itu menurut Amri memiliki reputasi sebagai pengumpul gading terbesar dibandingkan negara-negara lain di Asia.

Sebelumnya, seorang juru bicara dari organisasi perlindungan hewan (WWF - The Conservation Organization-Red) menyatakan hijau hutan tropis di Provinsi Riau juga sangat menpengaruhi populasi hewan berumur panjang, terutama gajah sumatra.

Humas WWF Riau, Syamsidar yang dihubungi ANTARA dari Dumai, Minggu menerangkan, populasi satwa liar termasuk gajah sumatra yang memiliki daya jelajah sejauh 20 km per 24 jam untuk mencari makan berupa 150 kg dedaunan dan 180 liter air perhari menunjukkan bahwa hewan bongsor itu membutuhkan lahan yang cukup luas untuk membuatnya nyaman.

Selain itu, terang Syamsidar, hewan mamalia yang memiliki katahanan hidup selama 70 tahun ini juga sangat rentan dengan cuaca bersuhu udara yang cendrung panas, sehingga keberadaan hutan memang sangat membantunya dalam populasi.

Dari pantauannya, saat ini gajah sumatra hanya tinggal sekitar 600 ekor di Riau, kemungkinan jumlah tersebut akan terus berkurang akibat perambahan hutan yang kian marak hingga membuat lahan konversi gajah di Riau terus mengalami tingkat degradasi yang tinggi.