LAMR Nilai Regulasi HTI Timbulkan Keresahan Publik

id lamr nilai, regulasi hti, timbulkan keresahan publik

LAMR Nilai Regulasi HTI Timbulkan Keresahan Publik

Pekanbaru (Antarariau.com) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Syahril Abubakar menilai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 17 Tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri, membawa kemudharatan karena menimbulkan keresahan publik, khususnya kepada pekerja dan masyarakat dilingkungan perusahaan.

"LAM Riau meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut Permen LHK No. 17 Tahun 2017 tersebut," kata Syahril dalam pernyataan pers yang diterima Antara di Pekanbaru, Sabtu.

Pandangan itu disampaikan Syahril usai menerima perwakilan Aliansi Serikat Pekerja Riau Komplek (Asperikom), di Balai Adat Melayu Riau, Pekanbaru, Jumat lalu (13/10).

Syahril didampingi Sekretaris Umum DPH LAMR M. Nasir Penyalai, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) LAMR Wismar Harianto, dan Bidang Tenaga Kerja LAMR Armansyah mengatakan LAMR akan melakukan rapat dan pertemuan dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut nasib ribuan pekerja di perusahaan HTI dan industri pulp kertas di Provinsi Riau.

"Bukan hanya nasib ribuan pekerja juga beserta anak dan isteri mereka, sehingga ini akan berdampak luar biasa bagi anak-anak yang sekarang mengikuti pendidikan," ujar Syahril.

Sementara itu, juru bicara Asperikom, Sumanto mengatakan Asperikom beranggotakan tujuh serikat pekerja dilingkungan PT Riau Andalan Pulp dan Paper (RAPP) dengan anggota sekitar 18.000 pekerja.

Asperikom menyampaikan empat butir aspirasi meminta dukungan LAMR yaitu, pertama, sesuai dengan informasi yang kami terima dari media massa dan manajemen PT RAPP bahwa pemerintah melalui Menteri LHK telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Permen LHK No. 17 Tahun 2017.

Kedua, bahwa pemberlakuan Permen LHK tersebut akan berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan HTI dan industri pulp kertas yang telah diberikan izin beroperasi di lahan gambut.

Ketiga, bahwa saat ini seluruh karyawan PT RAPP resah dan khawatir akan terjadinya PHK setelah dikeluarkannya surat peringatan kedua tanggal 6 Oktober 2017 oleh Menteri LHK kepada perusahaan tempat kami bekerja.

Keempat, Asperikom menyatakan bahwa pekerja merasa trauma dengan peristiwa PHK tahun 2008 sebagai akibat dari kebijakan negara dan tidak ingin kecolongan dua kali menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 17 tahun 2017.

Asperikom memohon kepada LAMR untuk mendukung perjuangan yang sedang dilakukan oleh Aliansi Serikat Pekerja Riau Komplek dalam menyelesaikan masalah ini.

Selain itu, Asperikom juga memohon kepada LAMR mendorong dan mendesak Pemerintah Pusat untuk mencabut sanksi surat peringatan kepada perusahaan sehingga tidak terjadi PHK.

Surat permohonan dukungan kepada LAMR tersebut ditandatangani oleh pimpinan tujuh serikat pekerja dilingkungan PT RAPP.