Pekanbaru (Antarariau.com) - Penghentian operasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Provinsi Riau paling berdampak kepada pekerja kecil yang sangat menggantungkan hidup pada perusahaan industri kehutanan tersebut.
Berdasarkan pantauan Antara di Estate Pelalawan PT RAPP di Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat, ratusan pekerja pembibitan atau "nursery" berkeluh kesah tentang nasib mereka apabila perusahaan itu terus-terusan tidak beroperasi.
"Kami tidak tahan harus dirumah saja, mulai bingung karena sampai kapan tidak bisa bekerja seperti ini," kata Nimrod Hutagalung, seorang pekerja pembibitan.
Pada 16 Oktober lalu, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.93/VI BHUT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk jangka waktu 10 tahun periode 2010-2019 atas nama PT. RAPP. Kementerian menilai perusahaan itu layak diberi sanksi karena tidak kunjung mematuhi regulasi baru tentang pembangunan hutan tanaman industri (HTI) diarea yang ditetapkan sebagai kawasan hidrologi gambut.
Dengan begitu, operasional perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu harus berhenti karena RKU sebagai acuan operasional tidak berlaku lagi.
Nimrod mengatakan perusahaan sudah selama dua minggu terakhir secara bertahap merumahkan karyawan karena adanya sanksi dari KLHK. Ia mengatakan ada 230 orang yang bekerja diarea pembibitan yang kini dirumahkan, padahal dibayar apabila bekerja dengan honor Rp94 ribu per orang per hari. Di bagian pembibitan kini hanya ada tinggal 28 karyawan yang bergantian mengawasi penyiraman bibit dengan mesin.
"Kalau kami tidak bekerja, tentu kami tidak dibayar. Semoga masalah ini cepat selesai dan perusahaan bisa operasi lagi," katanya.
Sementara itu, di area lainnya terlihat tumpukan kayu tanaman industri yang sudah dipanen terlihat ditinggalkan ditepi kanal karena perusahaan stop operasi. Alat berat seperti eskavator dan truk angkut kayu terlihat kosong dan ditinggalkan.
Sekelompok grup pekerja dari kontraktor perusahaan bagian pemanenan terlihat meninggalkan lokasi kerja mereka. Padahal, mereka baru saja tiba dan belum sempat bekerja.
"Baru kami datang, bikin tenda, belum sempat kerja, tahunya kena musibah seperti ini," keluh pemimpin grup, Soirin.
Ia mengatakan karena belum sempat bekerja, maka mereka tidak akan dibayar. "Sekarang kami bingung mau kemana," katanya.
Kepala Humas RAPP mengakui masih ada mobil truk pengangkut kayu yang beroperasi mengangkut hasil panen hutan tanaman industri. Namun, kayu yang diangkut itu bukan berasal dari area HTI RAPP, melainkan dari perusahaan pemasok. Selain, itu ada hasil panen kayu dari area RAPP yang sudah berada di atas truk sebelum keputusan KLHK keluar pada 16 Oktober lalu.
"Itu istilahnya itu mengangkut kayu terakhir. Kayu itu diangkut sebelum keputusan menteri keluar, dan sudah bayar laporan hasil produksi ke negara, makanya itu dibawa ke pabrik," katanya.
Manajemen mengaku menyayangkan keputusan KLHK karena RAPP telah menyerahkan revisi yang diminta sebanyak empat kali dan menerima tiga kali surat peringatan dari KLHK karena dianggap belum sesuai, namun dalam prosesnya KLHK membatalkan RKU 2010-2019. RAPP memohon mendahulukan penyelesaian Lahan Usaha Pengganti (land swap) secara bertahap, dengan kondisi layak teknis, dan ekonomis di sekitar lokasi industri, sebelum areal tanaman pokok dijadikan kawasan fungsi lindung ekosistem gambut.
Karena pencabutan RKU tersebut, perusahaan mulai menghentikan kegiatan pembibitan, penanaman, pemanenan dan pengangkutan diseluruh areal operasional RAPP yang terdapat di lima Kabupaten di propinsi Riau, yaitu Pelalawan, Kuantan Sengingi, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti.
Kondisi itu akan berdampak pada ribuan tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung, pemasok, kontraktor, pelanggan dan seluruh masyarakat yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan dan keberlangsungan hidup perusahaan. Sebanyak 4.600 karyawan Kehutanan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan transportasi dirumahkan secara bertahap, 1.300 karyawan pabrik berpotensi dirumahkan dalam beberapa minggu ke depan, dan pemutusan kontrak kerja sama dengan mitra pemasok yang secara total memiliki lebih dari 10.200 karyawan.
"Kami percaya bahwa Pemerintah akan memberikan solusi terbaik perihal kondisi ini," kata Djarot.
Berita Lainnya
Dua pekerja PT BDP kritis, polisi dalami penyebab kecelakaan kerja
15 May 2023 17:32 WIB
10 Pekerja Pemilu Dan Anak Kecil Tewas Di Afghanistan
15 June 2014 12:31 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB