Ribuan Buruh Kehutanan Demo Pembatalan Permen-LHK P.17/2017 Tentang HTI

id ribuan buruh, kehutanan, demo pembatalan, permen-lhk p172017, tentang hti

Ribuan Buruh Kehutanan  Demo Pembatalan Permen-LHK P.17/2017 Tentang HTI

Pekanbaru (Antarariau.com) - Ribuan buruh sektor kehutanan yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau K-SPSI, menggelar demonstrasi di putaran patung Tugu Zapin Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Senin.

Dengan menggunakan ratusan bus, para pekerja itu datang dengan tertib untuk menyuarakan aspirasi mereka agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melihat kebijakan disektor hutan tanaman industri yang dinilai akan membuat pekerja dari industri kehutanan dari hulu sampai hilir kehilangan pekerjaan.

Unjuk rasa tersebut berlangsung dengan tertib karena para buruh mengkoordinir agar pengunjuk rasa tidak menginjak rumput ditaman jalur hijau dan tidak membuang sampah sembarangan. Demonstrasi itu juga turut dihadiri oleh Sekjen K-SPSI, Rudy Prayitno, yang meminta agar Gubernur Riau juga memperhatikan masalah ini agar tidak menimbulkan gejolak sosial-ekonomi masyarakat.

"Saya miris, kenapa menteri lingkungan mengeluarkan surat yang tidak berpihak pada pekerja. Kebijakan ini sudah melanggar undang-undang," kata Rudy Prayitno pada orasinya.

Ketua DPD K-SPSI Riau, Nursal Tanjung, mengatakan demonstrasi itu adalah aksi damai untuk meminta Menteri LHK menghormati dan menjalankan putusan uji materiil Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor 17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Inti uji materiil adalah untuk membatalkan Permen-LHK P.17/2017 tersebut guna mempertahankan Undang-Undang yang lama, yaitu Permen-LHK No. P.12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan HTI. Perkara tersebut diputuskan pada 2 Oktober 2017, yang ditangani oleh Hakim Is Sudaryono, Dr Hary Djatmiko dan Dr Supandi.

Nursal menjelaskan, dalam putusan MA disebutkan bahwa Pasal 1 angka 15 d, Pasal 7 huruf d, Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C ayat (1), Pasal 8D huruf a, Pasal 8E ayat (1), Pasal 8G dan Pasal 23A ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun.

"MA sudah menyatakan pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum. Selain itu MA juga memerintahkan termohon (KLHK) untuk mencabutnya," kata Nursal.

Karena itu, ia mengatakan atas dasar putusan MA tersebut, Nursal meminta agar Menteri LHK mencabut Keputusan No. SK.5322/MENLHK PHPL/UHP.1/10/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.173/VI-BPHKT/2010 dan Keputusan Menteri No.SK.93/VI-BUHT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk Jangka Waktu 10 tahun Periode 2010-2019 atas nama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Provinsi Riau.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Bidang Kehutanan RAPP, Adlin, menambahkan unjuk rasa para buruh dilakukan atas dasar keinginan pekerja karena nasib pekerjaan mereka terancam. Sebabnya, aturan baru KLHK tentang pembangunan HTI telah mengakibatkan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan HTI kehilangan hak untuk mengolah kembali areal yang telah diberikan sesuai dengan peruntukannya karena dijadikan Kawasan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.

RAPP bakal kehilangan sekitar 50 persen dari areal yang sudah ditanami hutan tanaman industri, dibebani kewajiban untuk merehabilitasinya kembali dengan tanaman asli hutan ketika sudah melakukan sekali panen.

Dampaknya adalah para pekerja pada perusahaan yang bergerak dibidang industri HTI yang sebagai pemasok sumber bahan baku bubur kertas (pulp) dan kertas akan terancam kehilangan mata pencahariannya.

Bahkan, ia mengatakan timbulkan aturan baru tersebut mengakibatkan kerugian masyarakat karena bisa berakibat hilangnya pekerjaan untuk beberapa puluh ribu pekerja, sehingga menyebabkan tidak bisa menghidupi keluarga yang bergantung hidup dari pekerjaan itu.

"Tidak ada kami diperalat perusahaan untuk demo, ini memang keinginan kami," kata Adlin.